Thursday, October 16, 2008

Menyongsong Pelaksanaan UAN di Provinsi Jambi

MENYONGSONG PELAKSANAAN
UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN) DI PROVINSI JAMBI

Oleh:
Samsu,S.Ag,M.Pd.I*


Tanpa terasa tinggal enam bulan lagi tepatnya bulan April 2009 dunia pendidikan di Indonesia termasuk Provinsi Jambi akan mengadakan perhelatan akbar untuk mengukur prestasi hasil pendidikan melalui evaluasi Ujian Akhir Nasional (UAN). Belum banyak perhatian yang dicurahkan oleh dunia pendidikan kita tentang UAN hingga saat ini, karena memang mungkin dianggap masih jauh. Meskipun demikian, sekolah yang baik tentu telah memikirkan dengan matang, untuk menyiasati UAN tersebut dengan memberikan target pencapaian kelulusan yang tinggi di sekolah (madrasah)-nya.
Masih terbayang di mata kita, pada UAN yang lalu betapa banyaknya siswa yang tidak lulus. Banyak yang memprediksi bahkan mengklaim bahwa sekolah tidak ’becus’ mengurus sekolah/madrasahnya. Kondisi demikian ada benarnya, hal ini bisa dibayangkan suatu sekolah/madrasah sampai 20%, 35 %, bahkan 90 % siswanya tidak lulus. Ada yang menggugat bahwa suatu sekolah/madrasah dengan prosentase kegagalan (tidak lulus) sampai setinggi demikian, merupakan suatu gegagalan sekolah/madrasah dan pembina sekolah (depdiknas/depag). Apakah benar demikian? Lalu kenapa justru sekolah/madrasah lain, justru banyak yang lulus?
Jika kita ingin melihat secara jernih, arif dan lebih komprehensif, ternyata faktor kegagalan itu tidaklah semata-mata harus disalahkan kepada sekolah, murid/siswa, atau pihak departemen Pendidikan Nasional/Departemen Agama kabupaten/kota. Banyak unsur terkait di dalamnya. Unsur-unsur tersebut misalnya menyangkut kepemimpinan sekolah/madrasah, kompetensi guru, sarana dan prasarana (perangkat) pembelajaran, buku paket, sosial ekonomi murid/siswa, kemampuan murid/siswa, dukungan orang tua, sampai kepada ketuntasan belajar (mastery learning). Karena itulah, tanpa harus menuding siapa mengerjakan apa, kelihatannya dunia pendidikan di Provinsi Jambi perlu melakukan upaya antisipatif dan preventif, terlebih-lebih pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) ini masih jauh. Meskipun demikian, sinyal dan genderang waktu pelaksanaan ujian telah bergema, yang mengisyaratkan sekolah/madrasah sudah seharusnya mulai bersiap-siap untuk menghadapinya.
Berdasarkan kesepakatan bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dan Departemen Agama (Depag) tanggal 16 Oktober 2008 di Jakarta diputuskan bahwa jadwal Ujian Nasional untuk jenjang SMA/MA akan dilaksanakan pada tanggal 20 hingga24 April 2009, untuk jenjang SMP/MTs akan dilaksanakan pada tanggal 27 hingga 30 April 2009, sedangkan untuk jenjang SD/MI akan dilaksanakan pada tanggal 12 hingga 14 Mei 2009.

Sejalan dengan kesepakatan yang ditetapkan tersebut, maka untuk kesuksesan pelaksanaan UAN dengan hasil yang maksimal, serta untuk menghindari pelaksanaan UAN dari kecurangan-kecurangan, maka UAN tahun ajaran 2008/2009 bagi sejumlah sekolah/madrasah, pemerhati pendidikan, instansi yang terkait yang menyelenggarakan satuan pendidikan tersebut, perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain:
1. Perlunya try out ujian pada sejumlah bidang studi dengan memberikan kesempatan untuk mengisi Lembar Jawaban Komputer (LJK) dengan baik dan benar, mengujicobakan sejumlah soal-soal yang berat dari setiap pokok bahasan, untuk mengukur tingkat kesulitan yang dialami oleh murid, atau siswa,
2. Perlunya digalakkan bagi sejumlah murid dan siswa untuk belajar dengan lebih ekstra dengan program tambahan seperti les, menciptakan satu hari belajar di sekolah/madrasah dengan pola mastery learning pada bidang studi tertentu yang dilakukan secara terjadwal oleh sekolah. Hal ini disebabkan karena sejumlah kelemahan belajar siswa selama ini, hanya belajar ketika berada di kelas dan ada tugasan berupa Pekerjaan Rumah (PR). Dengan demikian program belajar sehari dengan pola mastery learning yang difasilitasi oleh guru dan pihak perpustakaan sekolah. Murid atau siswa dapat belajar sehari di pustaka atau di kelas dengan pengawasan guru (meskipun guru tugasnya bukan mengajar tapi memfasilitasi),
3. Perlunya penugasan kepada murid atau siswa untuk setiap pertemuan dikelas, yang ditandai setiap guru menagih hapalan, Pekerjaan Rumah (PR), atau bentuk tugasan lainnya yang dilakukan pada setiap awal pelajaran,
4. Perlunya guru mengubah sedikit gaya dan perilaku mengajarnya dari selama ini dilakukan, yaitu pengajaran yang berorientasi problem solving. Artinya murid atau siswa diminta atau meminta sendiri sejumlah pertanyaan atau kesulitan yang dihadapi pada setiap pokok materi pengajaran ketika sedang berlangsungnya pengajaran di kelas.
5. Perlunya pihak sekolah, depdiknas/depag, dosen yang ditunjuk dari FKIP dan Fakultas Tarbiyah, legislatif memantau kesiapan sekolah dibidang a) pengajaran, b) kesiapan guru mengajar, c) motivasi murid/siswa, d) keseragaman buku paket yang digunakan sekolah dan guru dalam mengajar, dan lain-lain yang dilakukan jauh sebelum berlangsungnya UAN, sehingga kegagalan yang terjadi pada sejumlah sekolah khususnya swasta dan juga sekolah/madrasah negeri tidak terulang kembali.
6. Perlunya penyadaran bagi siapa saja yang berkomitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan tanpa ada kecurangan proses dan pasca ujian UAN yang mempengaruhi nilai UAN; misalnya kemungkinan adanya komitmen guru bidang studi dan pihak sekolah untuk membantu hasil ujian murid/siswa terutama pada saat ujian dan menjelang LJK (lembar jawaban) diserahkan untuk diperiksa kepada petugas yang ditunjuk di Kota/Kabupaten.
7. Perlunya upaya menyesuaikan item soal ujian UAN (UAM/UAS) yang diujikan dengan keperluan melanjutkan ke perguruan tinggi setempat, sejalan dengan keinginan menteri pendidikan nasional pada saat Rakernas pimpinan perguruan tinggi negeri dan Kopertis Wilayah I-XII di Jakarta pada tanggal 22-24 Juli 2008. Dalam arahannya bapak Menteri membedah beberapa tantangan dan permasalahan besar di perguruan tinggi di Indonesia dalam konteks pencapaian tiga pilar pendidikan nasional. Bapak Menteri menyampaikan suatu pemikiran bagaimana mengintegrasikan antara ujian akhir nasional dengan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Dengan demikian terjadi efektifitas luar biasa dan akan mendongkrak kredibilitas ujian nasional. Perguruan tinggi akan terlibat aktif dalam seluruh prosesnya, karena ini berkait dengan mutu intake. Permasalahannya tinggal bagaimana membuat soal yang mengakomodir syarat ujian nasional dan syarat ujian masuk perguruan tinggi.
8. Proses pengawasan pelaksanaan UAN semestinya diambil dari pihak perguruan tinggi yaitu dari dosen FKIP, dan Fakultas Tarbiyah yang menggeluti bidang pendidikan dan pengajaran, media cetak/elektronik, kepolisian, BEM, pimpinan perguruan tinggi (rektor/dekan), dan sebagainya.
9. Perlunya ditetapkan perda yang mengatur tentang penegakan evaluasi UAN yang berkualitas, bersih dan jauh dari penyimpangan, sehingga memungkin terhindarnya ’kecurangan’ proses dan hasil UAN, hal ini dimaksudkan untuk menjamin pelaksanaan dan hasil evaluasi UAN yang dipercaya sebagai hasil evaluasi yang benar-benar murni dan bersih.
10. Perlunya dipikirkan bahwa UAN sebagai salah satu instrumen mengukur kompetensi siswa saja. Dengan demikian, sekolah (guru) perlu melihat proses belajar siswa dengan menetapkan seorang anak layak untuk tamat atau tidak diukur dari UAS/UAM-nya. Dengan demikian, anak yang pintar secara otomatis akan lulus dan yang dikategorikan biasa-biasa atau kurang, perlu perhatian khusus apakah layak diluluskan oleh guru. Kebiasaan selama ini yang sering dilakukan seperti ’pengumuman kelulusan’ dapat dimanfaatkan untuk ini.


Semua ini dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan evaluasi yang baik, bersih, terpercaya, dan menimbulkan rasa percaya diri pada murid/siswa tanpa adanya asumsi akan memperoleh bantuan guru saat ujian sedang berlangsung. Yang tidak kalah pentingnya mengembalikan kepercayaan dan citra dunia pendidikan yang hari ini diklaim, banyak gagal meluluskan siswa, mahal, serta tidak berpihak pada profesionalitas dalam pelayanan. Kenyataan ini tentu berat bagi Diknas/Depag, sekolah, guru apalagi bagi murid/siswa.
Sylvie menjelaskan dengan mengutip pendapat Bloom, et.all (1971) bahwa evaluasi sebenarnya merupakan kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses pembelajaran secara sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik. Sementara itu, Stufflebeam et.al (1971) mengatakan bahwa evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Evaluasi sebenarnya memiliki beberapa prinsip dasar yaitu ;
1. Evaluasi bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai tujuan pembelajaran bagi masyarakat.
2. Evaluasi adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna, meski dilakukan dengan metode yang berbeda.
3. Pelaku evaluasi atau evaluator tidak memberikan jawaban atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator tidak berwenang untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah program. Evaluator hanya membantu memberikan alternatif.
4. Penelitian evaluasi adalah tanggung jawab tim bukan perorangan.
5. Evaluator tidak terikat pada satu sekolah/madrasah demikian pula sebaliknya.
6. Evaluasi adalah proses, jika diperlukan revisi maka lakukanlah revisi.
7. Evaluasi memerlukan data yang akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode penggalian informasi.
8. Evaluasi akan mantap apabila dilakukan dengan instrumen dan teknik yang applicable.
9. Evaluator hendaknya mampu membedakan yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program.
10. Evaluasi memberikan gambaran deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka soalan tes.

Dari standar, kriteria, implementasi dan hasil evaluasi, apapun masalahnya UAN sebagai bentuk evaluasi mesti tetap berjalan di atas kemampuan yang ada, tetapi sejauhmana komitmen kita untuk membina pendidikan yang menjadi harapan bangsa di masa depan, menjadi agenda, masalah dan perlu upaya pemecahannya. Semoga UAN yang menyisakan keharuan, isak tangis, dan rasa malu karena tidak lulus ujian UAN di tahun 2008 yang lalu, tidak terulang kembali pada tahun 2009 nanti, semoga.

* Mahasiswa Ph.D jurusan Educational Management pada National University of Malaysia, Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Thursday, October 9, 2008

Khutbah Idul Fitri 1429 H
Pesan-Pesan Ramadhan[1]
Oleh: Samsu,S.Ag,M.Pd.I[2]




Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Pertama-tama marilah kita ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT; alhamdulillah, karena pada hari ini kita semua dianugerahi nikmat, berupa kegembiraan dalam rangka melaksanakan shalat ’Idul fitri 1429 H/2008 di Mushalla Baitul Hikmah yang megah dan kita cintai ini.
Shalawat dan salam, semoga selamanya tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang setia sampai akhir zaman, yang telah menyingkap tabir kemusyrikan, kezaliman, kemunafikan, dan kemaksiatan, sehingga manusia mampu membedakan mana yang haq, dan mana yang batil, mana yang dilarang dan mana yang diperintahkan, mana yang baik dan mana yang tercela, sehingga pada akhirnya diharapkan pada hari-hari berikutnya setelah ramadhan, manusia mampu memperbaiki diri, sikap, perilaku, kesadaran dan kemauannya dalam bermasyarakat, serta jujur dan amanah dalam interaksinya dengan orang lain, sehingga akan memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
Sejak maghrib dipenghujung masa berbuka kita tadi malam, telah berkumandang alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil dari mulut kering yang dilandasi dengan iman dan pengharapan pahala yang besar, sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita peroleh, setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh, dalam keadaan penuh perjuangan yang berat, menyingkirkan aktivitas lain di tengah-tengah kebanyakan manusia, sibuk dengan urusannya masing-masing, yakni jauh dari semangat menghidupkan malam-malam ramadhan, seperti taraweh, witir dan sebagainya, sehingga kelihatan lebih ramai orang bersantai-santai di malam ramadhan dengan urusan masing-masing, ketimbang yang beribadah di masjid, surau, langgar atau mushalla, sebagaimana firman Allah SWT:
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُم ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ْ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Atas kegembiraan karena sukses melaksanakan ibadah puasa, taraweh dan ibadah-ibadah lainnya yang dilakukan di bulan ramadhan yang telah berlalu itu, maka hari ini dan hari tasyri’ berikutnya, kita disunnahkan memperbanyak melakukan takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh imam At-Thabrani berbunyi:

زَيِّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْر
“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT, sedangkan selain Allah semuanya kecil. Kalimat tasbih dan tahmid, serta tahlil, kita tujukan untuk mensucikan Tuhan dan segenap yang berhubungan dengan-Nya.
Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
Setelah satu bulan penuh kita menunaikan ibadah puasa, dan atas karunia-Nya pada hari ini, kita dapat berhari raya bersama, maka sudah sepantasnya pada hari yang bahagia ini kita bergembira, merayakan sebuah momentum kemenangan dan kebahagiaan berkat limpahan rahmat dan maghfiroh-Nya sebagaimana yang tersurat dalam sebuah hadis Qudsi:
اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلىَ عِيْدِكُمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِى كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ اُجْرَهُ اَنِّى قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُنَادِى مُنَادٌ: يَا اُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْااِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى وَاَفْطَرْتُمْ لِى فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
Artinya: “Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan kemudian keluar untuk merayakan hari raya, maka Allah pun berkata: 'Wahai Malaikatku, setiap orang yang mengerjakan amal kebajikan dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka'. Sesorang kemudian berseru: 'Wahai ummat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan'. Kemudian Allah pun berkata: 'Wahai hambaku, kalian telah berpuasa untukku dan berbuka untukku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapatkan ampunan.”

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
Seiring dengan berlalunya bulan suci Ramadhan. Banyak pelajaran hukum dan hikmah, faedah dan fadhilah yang dapat kita petik, untuk menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan yang akan datang. Misalnya dari aspek perilaku, puasa ramadhan mengajarkan kita untuk disiplin; semula sesuatu yang halal menjadi haram. Makan dan minum yang semula halal kita makan dan minum di sepanjang hari, di bulan Ramadhan menjadi haram. Sementara dari aspek sosial, semua orang pernah merasa kenyang, tapi tidak semuanya pernah merasakan lapar. Karena itu, paling tidak ada tiga pesan dan kesan Ramadhan yang sudah semestinya kita pegang teguh bersama.
Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
Ketiga pesan ramadhan tersebut adalah:
1. Pesan Moral atau Tahdzibun Nafsi
Artinya, kita harus selalu mawas diri pada musuh terbesar umat manusia, yakni hawa nafsu sebagai musuh yang tidak pernah berdamai. Rasulullah SAW bersabda: Jihad yang paling besar adalah jihad melawan diri sendiri.
Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah diterangkan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan; yakni naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adalah naluri syahwat.
Sementara hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat empat sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, dan satu sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan.
1) sifat kebinatangan(بَهِيْمَةْ); tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa adanya rasa malu,
2) sifat buas(سَبُعِيَّةْ); tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan. Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar,
3) sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabatnya.
Jika ketiga tiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai seseorang, masyarakat atau bangsa; niscaya akan terjadi perubahan tatanan sosial yang sangat mengkhawatirkan. Dimana kemiskinan menjadi kekufuran, harta lebih penting dari saudara dan sahabat, keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, hukum bisa dibeli dengan rupiah, sulit membedakan mana yang hibah mana yang suap, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, seluruh tempat akan dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu yang terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya.
Sedangkan satu-satunya sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ); ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yang dapat dengan baik mengoptimalkan sifat rububiyah di dalam jiwanya, niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: 1) menahan diri dari hawa nafsu, 2) memberi ma`af dan 3) berbuat baik pada sesama manusia, sebagaimana firman Allah:
وَاْلكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ وَاْلعَافِيْنَ
"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134)

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
2. Pesan Kedua Ramadhan Adalah Pesan Jihad
Jihad yang dimaksud di sini, bukan jihad dalam pengertiannya yang sempit; yakni berperang di jalan Allah; akan tetapi jihad dalam pengertiannya yang utuh, yaitu:
بَذْلُ مَاعِنْدَهُ وَمَا فِى وُسْعِهِ لِنَيْلِ مَا عِنْدَ رَبِّهِ مِنْ جَزِيْلِ ثَوَابِ وَالنَّجَاةِ مِنْ اَلِيْمِ عِقَابِهِ
"Mengecilkan arti segala sesuatu yang dimilikinya demi mendapatkan keridhaannya, mendapatkan pahala serta keselamatan dari Siksa-Nya."

Pengertian jihad ini lebih komprehensif, karena yang dituju adalah mengorbankan segala yang kita miliki, baik tenaga, harta benda, atapun jiwa kita untuk mencapai keridhaan dari Allah; terutama jihad melawan diri kita sendiri yang disebut sebagai Jihadul Akbar, jihad yang paling besar. Dengan demikian, jihad akan terus hidup di dalam jiwa ummat Islam baik dalam kondisi apapun.
3. Pesan Ketiga Ramadhan Adalah Pesan Sosial.
Pesan sosial Ramadhan ini terlukiskan dengan indah-indah, justru pada detik-detik akhir Ramadhan dan gerbang menuju bulan Syawwal. Dimana, ketika umat muslim mengeluarkan zakat fithrah kepada Ashnafuts Tsamaniyah (delapan kategori kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat), terutama kaum fakir miskin.
Tampak bagaimana tali silaturrahmi serta semangat untuk berbagi demikian nyata terjadi. Kebuntuan dan kesenjangan komunikasi dan tali kasih sayang yang sebelumnya sempat terlupakan tiba-tiba saja hadir, baik di hati maupun dalam tindakan. Semangat zakat fitrah ini melahirkan kesadaran untuk tolong menolong (ta’awun) antara kaum agniya (orang-orang kaya) dan kaum fuqara (orang-orang miskin), sejalan hatinya; sebab kullukum ’abidullah, kalian semua adalah ummat Allah.
Dalam kesempatan ini orang yang menerima zakat akan merasa terbantu beban hidupnya, sedangkan yang memberi zakat mendapatkan jaminan dari Allah SWT; sebagaimana yang terkandung dalam hadis Qurthubi:
اِنّىِ رَأَيْتُ اْلبَارِحَةَ عَجَاً رَأَيْتُ مِنْ اُمَّتِى يَتَّقِى وَهَجَ النَّارَ وَشِرَرَهَا بِيَدِهِ عَنْ وَجْهِهِ فَجَائَتْ صَدَقَتُهُ فَصَارَتْ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
Artinya: "Aku semalam bermimpi melihat kejadian yang menakjubkan. Aku melihat sebagian dari ummatku sedang melindungi wajahnya dari sengatan nyala api neraka. Kemudian datanglah shadaqah-nya menjadi pelindung dirinya dari api neraka."

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Selain puasa, pada penghujung ramadhan diperintahkan menunaikan zakat fitrah. Puasa dan zakat yang telah kita lakukan ini sebenarnya hanya sebagai ’pengantar’ atau ’pembangkit semangat’ bagi kita selaku umat Islam untuk turut memikirkan masalah yang dihadapi oleh umat, yang sebahagian besar berpangkal pada masalah kemiskinan harta. Karena itulah Islam mewajibkan zakat, mensunnahkan infaq, shadaqah, serta wakaf.
Kewajiban zakat, dan disunnahkannya infaq, shadaqah, serta wakaf telah kita tunaikan. Zakat fitrah berfungsi ganda, yaitu untuk memebersihkan noda dan dosa bagi orang yang berpuasa, dan menjadikan zakat itu sebagai makanan bagi orang yang tidak punya.
Hal ini dijelaskan dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas yang artinya:
”Rasulullah mewajibkan zakat fitrah pada akhir ramadhan ungtuk membersihkan orang yang berpuasa dari (dosa) perkataan yang keji dan buruk, dan untuk menjadi makanan bagi orang miskin”.
Itulah sebabnya mengapa zakat fitrah itu harus sudah disampaikan kepada yang berhak menerimanya sebelum berlangsungnya shalat ’idul fitri; jika disampaikan sesudah shalat ’idul fitri, maka hukumnya sudah jatuh menjadi sedekah biasa saja, dan bukan lagi zakat fitrah namanya.

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Selain dari itu, hikmah hari raya seperti ini hendaklah dijadikan sebagai kesempatan untuk memohon maaf, sejalan dengan makna hari raya ’idul fitri’ itu sendiri yang artinya kembali menjadi fitri (suci); yakni suci dari dosa dan kesalahan. Mengapa ini penting? Karena manusia tidak lepas dari pergaulan. Mudah dibayangkan bahwa dalam pergaulan tersebut, tidak mustahil akan terjadi perselisihan, pertentangan, perbedaan pendapat dan kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak, yang menjadikan hati manusia menjadi ’terluka’. Karena itu pada hari raya ini dan hari-hari berikutnya perlu dilakukan upaya penghapusannya antara lain melalui ma’af mema’afkan.
Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Sedemikian pentingnya memohon ma’af ini, maka pada zaman rasulullah masih hidup, ada suatu kejadian yang sangat mengerikan yang menimpa seorang pemuda yang saleh, alim, dan taat beribadah. Pada saat pemuda tersebut menghadapi sakaratul maut, wajah pemuda tersebut sangat hitam karena kesakitan, dan bila diajarkan tauhid kepadanya, lidahnya menjadi tegang, sehingga tidak bisa menyebutkan kalimat tauhid itu. Bila sahabat yang ada didekatnya mengulangi lagi mengajarkan kalimat tauhid itu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak mau dan tidak bisa menyebut kalimat tauhid itu. Orang yang hadir menyaksikan kejadian itu bingung. Mereka saling bertanya dalam hati. Mengapa pemuda yang begitu baik dan taat beribadah, sangat menderita menghadapi sakaratul maut?
Akhirnya diantara yang hadir di situ berangkat menemui rasulullah di rumahnya, sambil menceritakan apa yang terjadi, dan selanjutnya mohon petunjuk rasulullah, apa yang harus dilakukan.
rasulullah sangat heran mendengar cerita itu, sehingga beliau bersama dengan orang tadi berangkat ke rumah pemuda itu. Setelah sampai di rumah pemuda itu, rasulullah bertanya kepada yang hadir, siapakah ibu/bapak pemuda itu? Hadirin menjelaskan bahwa bapaknya telah lama meninggal dunia, tetapi ibunya masih hidup tetapi tinggalnya jauh dari sini. Kata rasulullah, kalau begitu jemput ibunya. Setelah sang ibu sampai langsung rasulullah bertanya kepadanya”benarkah anak muda ini adalah anak ibu?”. benar jawab ibu tersebut.
Pernakah anak ini bersalah kepadamu? Jawab ibu tersebut: ya, rasulullah, anak ini sangat baik, patuh, malahan harta pencaharian yang diperolehnya, semuanya diberikan kepadaku, dan akulah yang menentukan belanja istri dan rumah tangganya.
Jadi, kalau begitu (kata rasulullah) tak pernah ia menyakitimu? Tidak pernah, ya rasululah.
Jika demikian, daripada anak ini menderita hebat seperti sekarang, lebih baik dibakar hidup-hidup (ujar Nabi).
Kemudian nabi menyuruh beberapa orang menyiapkan unggunan api; sebab nabi yakin benar bahwa seseorang yang tidak mempunyai hutang dan tidak berbuat durhaka kepada ibu-bapak serta selalu taat beribadah, tentulah tidak akan menderita seperti ini.
Mendengar ucapan nabi tersebut, sang ibu menjerit histeris, dan memintanya menangguhkan maksudnya, kemudian dengan air mata bercucuran, perempuan itu berkata ”anakku ini, semenjak dia berkeluarga, berkuranglah dia mengunjungi aku, sehingga hatiku menjadi sangat sedih”. Nah jika ini bernama kedurhakaan seorang anak kepada orang tuanya, maka aku maafkan segala kesalahannya. Setelah selesai ibu tersebut mengucapkan kata-kata tersebut, maka berseri-serilah wajahnya dan tenanglah jalan nafasnya. Maka pada saat itulah rasulullah mengajarkan kalimat tauhid ’laa ilaha illallah’ yang diikuti pemuda tersebut dengan lancar dan fasih, smpai tiga kali dan akhirnya meninggal dalam keadaan tersenyum.

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Dari peristiwa ini dapat dipetik pelajaran bahwa demikian pentingnya meminta maaf itu. Dalam konteks seperti inilah, maka setiap musim lebaran (’idul fitri atau adha) kita selalu mudik lebaran, hanya dengan satu pengharapan diberikan mohon ma’af.

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Demikianlah pesan-pesan ramadhan yang dapat diambil hikmah pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan puasa yang kita lakukan benar-benar mampu membedakan kualitas kehidupan kita sebagai orang yang beriman dan bertakwa, bukan hanya sekedar lipstik.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa ’’idul fitri’ yang kita rayakan pada hari ini memiliki arti dan hikmah serta kaitan yang luas dengan diri kita sendiri dan orang lain. Di samping kita harus meningkatkan ketakwaan dan kesabaran, kita juga mempunyai rasa kepribadian dan solidaritas sosial yang tinggi terhadap nasib saudara-saudara kita yang ditimpa berbagai musibah.
Artinya, kita memang patut berbahagia pada saat ini, namun kita harus tetap ingat dan waspada bahwa kita masih akan menghadapi berbagai macam ujian di masa-masa yang akan datang, yaitu ujian terhadap ketakwaan dan kesabaran serta solidaritas kita terhadap sesama manusia. Karena itu, marilah kita rayakan hari kemenangan ini secara sederhana, tetapi khidmat, dengan tidak lupa mengumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid, serta senantiasa berdo’a kepada Allah SWT agar kita selalu berada di jalan yang lurus dan diridhai-Nya.
1. Allahumma yaa allah, telah banyak dosa dan kekhilafan yang kami lakukan,
2. Telah banyak angkara murka yang kami buat,
3. Kami tidak lagi menghiraukan mana saudara dan mana bukan,
4. Dihari yang fitri ini, kami merasa kami sebagai hamba-hambamu yang suci
5. Bersimpuh dihadapanmu mengharap ampunan-Mu
6. Allahumma yaa allah, andai tangan, hati, bibir, dan mata serta pikiran ini penuh dengan lumuran dosa, dan kehinaan, tidak ada pengharapan kecuali ampunan dan rahmat-MU
7. Ampunilah dosa-dosa dan kehilafan kami, dan pertemukanlah kami pada bulan ramadhan tahun berikutnya, agar kami dapat memperbaiki kealfaan yang telah kami lakukan saat ini.
8. Allahumma taqabbal minna du’aana yaa allah, Allahumma taqabbal minna du’aana yaa rahman, Allahumma taqabbal minna du’aana yaa rahim, innaka sami’uddu’a,
9. Allahummaj’al jam’ana, jam’an marhumaa, watafarruqana min ba’dihi, tafarruqamma’shumaa.
10. rabbana wailaika tawakkalna yaa mujibassailin.
11. Rabbana atinaa fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah waqinaa azaabannar.
12. Subhanarabbika rabbil izzati amma yasifun wasalamu ’alal mursalin walhamdulillahi rabbil ’alamin.






























[1] Khutbah disampaikan di Mushalla Baitul Hikmah RT.35 Kel.Kenali Besar Kec. Kotabaru
Jambi, tanggal 1 Syawal 1429 H/1 Oktober 2008 M.
[2] Dosen IAIN STS Jambi dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Jambi, saat ini merupakan mahasiswa program doktor (S3) pada National University of Malaysia sejak 19 Desember 2007.
PERANAN PERPUSTAKAAN
DALAM PROSES PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI MADRASAH

Samsu


Abstrak:

Perpustakaan sebagai bagian integral dari suatu lembaga pendidikan merupakan sarana penting dalam menunjang proses pembelajaran di madrasah secara aktif dan positif. Karena itu, perpustakaan sebagai pusat sumber balajar diharapkan mampu meningkatkan kegemaran dan minat baca siswa.


Kata Kunci:
Perpustakaan, minat baca siswa, mutu pendidikan


A. Pendahuluan
Perpustakaan sekolah lanjutan merupakan bagian integral lembaga pendidikan menengah yang menyajikan berbagai koleksi bahan pustaka yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses pembelajaran di sekolah, secara aktif dan positif.
Perpustakaan sekolah lanjutan merupakan sumber belajar yang dapat meningkatkan kegemaran dan minat membaca siswa, mengembangkan minat baca siswa untuk memelajari hal-hal baru, serta informasi melalui buku-buku referensi, sekolah seperti kamus, ensiklopedia, indeks, dan sejenisnya. Selain itu, perpustakaan sekolah merupakan tempat membaca untuk belajar mandiri, yang melibatkan siswa dalam proses berpikir, mencari, menemukan, mengelola, dan menyimpulkan sendiri melalui sumber belajar yang tersedia.
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 35 dan penjelasannya ditegaskan bahwa “Pendidikan tidak mungkin terselenggara dengan baik bilamana tenaga kependidikan maupun peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang diperlukan.
Salah satu sumber belajar yang sangat penting, tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan yang harus memungkinkan para tenaga kependidikan dan peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan (Boediono, 1996: 2).
Perpustakaan Madrasah diselenggarakan sebagai suatu perangkat kelengkapan pendidikan untuk bersama dengan kelengkapan-kelengkapan yang lain guna meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa berdasarkan sistem pendidikan nasional yang berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Secara khusus, perpustakaan Madrasah diselenggarakan untuk:
a. Mengembangkan minat, kemampuan, dan kebiasaan membaca, khususnya mendayagunakan budaya tulisan dalam segala sektor kehidupan.
b. Mengembangkan kemampuan mencari dan mengolah, serta memanfaatkan informasi.
c. Mendidik murid agar dapat memelihara dan memanfaatkan bahan pustaka secara tepat guna dan berhasil guna.
d. Meletakkan dasar-dasar ke arah belajar mandiri.
e. Memupuk minat dan bakat.
f. Menumbuhkan apresiasi terhadap pengalaman imajinatif.
g. Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan atas tanggung jawab dan usaha sendiri (Anonim, 1996: ).
Karena itu, perpustakaan Madrasah perlu dikembangkan sebaik-baiknya untuk dapat menunjang pelaksanaan kurikulum sekolah. Di samping itu, Alqur’an juga merupakan sumber baca, sebagaimana surat yang pertama turun, yaitu surat Al-Alaq ayat 1 – 5, yang artinya:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui (Anonim, 1990: 1079).
Dari ungkapan ayat di atas, jelaslah bahwa kemajuan umat sekarang melalui koran, majalah, dan sebagainya harus dengan membaca.
B. Perpustakaan
Tulisan ini mengkaji tentang peranan perpustakaan sebagai penunjang dalam proses pembelajaran di Madrasah.
1. Pengertian Perpustakaan
Perpustakaan berasal dari kata “pustaka” yang berarti buku. Awalan per- dan akhiran –an menunjukkan tempat atau hal ihwal. Jadi secara harfiah, perpustakaan berarti “kumpulan buku-buku bacaan dan sebagainya” (Poerwadarminta, 1985: 782).
Dari sini, kemudian berkembanglah pengertian perpustakaan dan didefinisikan sebagai berikut:
a. Suatu gedung atau ruang yang di dalamnya tersusun buku-buku untuk dipergunakan menurut tujuan-tujuan tertentu.
b. Koleksi buku yang disusun menurut sistem tertentu untuk tujuan-tujuan, pemberian informasi pendidikan, penelitian, rekreasi, pelestarian, dan lain-lain.
c. Suatu unit kerja yang menyelenggarakan pengumpulan, penyimpanan, dan peemliharaan koleksi buku yang dikelola secara sistematis untuk digunakan sebagai sumber informasi (Amidhan, 1992: 6).
2. Maksud dan Tujuan Perpustakaan
Kita telah mencoba merumuskan apa yang dimaksudkan dengan perpustakaan, bahwa perpustakaan merupakan suatu unit kerja yang berupa tempat menyimpan koleksi bahan pustaka yang diatur secara sistematis dengan cara tertentu untuk dapat digunakan secara berkesinambungan oleh pemakainya sebagai sumber informasi. Rompas yang dikutip oleh Sumardi (1991) mengatakan bahwa perpustakaan adalah bank ilmu pengetahuan yang terdapat di dalam setiap buku, majalah, dan berbagai jenis koleksi lainnya.
Bertitik tolak dari kedua pemahaman di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan yang lebih terperinci mengenai maksud dan tujuan perpustakaan.
a. Maksud Perpustakaan
Perpustakaan memberi tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, serta memelihara koleksi bahan pustaka.
- Tempat mengumpulkan dalam arti yang aktif, maksudnya di tempat tersebut ada usaha yang terus menerus untuk mengumpulkan sebanyak mungkin bahan-bahan untuk koleksi.
- Tempat menyimpan dan memelihara, artinya ada suatu kegiatan mengatur, mengelola dengan memakai suatu sistem, misalnya dengan membuat katalogisasi, klasifikasi, dan lain-lain.
- Koleksi bahan pustaka, bukan hanya sekedar buku saja, melainkan apa saja yang dapat memuat dan menjadi sumber informasi, misalnya film, slide, piringan hitam, dan lain-lainnya.
- Memberikan pelayanan bagi para pemakai, dengan sistem yang diadakan, dimaksudkan agar dapat memberikan pelayanan yang memadai untuk para pemakai perpustakaan yang membutuhkan informasi tertentu ketika memasuki perpustakaan.
- Membangun bank ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam buku pengetahuan, perpustakaan siap sedia setiap saat untuk dimanfaatkan, digali, dan menyumbangkan informasi.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa maksud perpustakaan adalah menyediakan tempat untuk bank ilmu pengetahuan atau informasi, tempat mengumpulkan, menyimpan, memelihara bahan-bahan pustaka, serta memberi pelayanan kepada para pemakai yang membutuhkan informasi.
b. Tujuan Perpustakaan
Bagi setiap orang terpelajar dan terdidik, masuk ke sebuah perpustakaan berarti ingin membaca dan mendapatkan informasi. Bentuk dan jenis bacaan tentu tidak sama setiap orang. Tetapi yang sama adalah kegiatan ke arah membaca dan mempelajari sesuatu. Dengan membaca, orang mengharapkan memperoleh sesuatu yang baru sebagai bahan informasi. Milburga (1991) mengatakan bahwa orang masuk ke perpustakaan bertujuan:
- Dapat mengikuti peristiwa dan perkembangan dunia terakhir. Dengan membaca berita-berita yang dimuat dalam surat-surat kabar atau buku-buku ilmu pengetahuan yang mutakhir tidak mau ketinggalan informasi, tetapi dapat terus mengikuti perkembangan situasi dunia dan situasi ilmu pengetahuan. Umpamanya dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan, serta berbagai ragam cabang ilmu pengetahuan.
- Secara tidak langsung mendapatkan pengajaran dan pendidikan. Bagi orang yang tidak lagi duduk di bangku sekolah atau bangku kuliah, membaca adalah cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan penunjang yang dapat meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang telah dimmilikinya. Kemungkinan lain ialah untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru. Maka dengan membaca, seseorang seakan-akan mendapat pendidikan dan pelajaran lagi, meski secara tidak langsung. Banyak sekali orang besar yang menjadi pandai hanya karena rajin mengunjungi perpustakaan atau memiliki sendiri perpustakaan pribadi.
- Mendapatkan hiburan sehat dan kreatif. Bacaan-bacaan ringan dan segar akan memberikan hiburan yang tersendiri bagi pembacanya, sedangkan dari berbagai hal yang baru, orang diajak untuk menjadi kreatif.
Buku semua beserta bahan informasi lain menjadi alternatif utama yang digunakan orang sebagai media untuk terus melanjutkan pendidikan dan meningkatkan keterdidikannya.
3. Jenis-jenis Perpustakaan
Jenis-jenis perpustakaan yang terdapat di Indonesia tidak banyak berbeda dengan jenis-jenis yang umum yang terdapat di seluruh dunia. Menurut Syalaby, perpustakaan terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1) perpustakaan-perpustakaan umum
2) perpustakaan-perpustakaan semi umum, dan
3) perpustakaan khusus (Syalaby, t.t.: 169).
Dalam lampiran Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 11 Maret No.0103/0/1981, sebagaimana dikutip Larasati (1991), jenis-jenis perpustakaan meliputi:
a. Perpustakaan Nasional
Perpustakaan Nasional berkedudukan di ibu kota negara, berfungsi sebagai perpustakaan deposit nasional dan terbitan asing dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebagai koleksi nasional, menjadi pusat bibliografi nasional, pusat informasi, dan referensi, serta penelitian. Pusat kerja sama antara perpustakaan di dalam dan lua r negeri. Modalnya ialah integrasi perpustakaan musium pusat nasional, perpustakaan sejarah politik dan sosial perpustakaan wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, serta bidang bibliografi dan deposit pusat pembinaan perpustakaan.
b. Perpustakaan Wilayah
berkedudukan di ibu kota propinsi, sebagai pusat kerja sama antara perpustakaan di wilayah propinsi, penyimpan koleksi bahan pustaka yang menyangkut propinsi, semua terbitan di wilayah, pusat penyelenggaan pelayanan referensi, informasi dan penelitian dalam wilayah propinsi. Madrasahenjadi unit pelaksana teknis pusat pembinaan perpustakaan.
c. Perpustakaan Umum
Menjadi pusat kegiatan belajar, pelayanan informasi, penelitian, dan rekreasi bagi seluruh lapisan masyarakat, meliputi perpustakaan umum Daerah Tingkat II di ibukota Kabupaten atau kotamadya. Perpustakaan umum Kecamatan yang berada di kecamatan, dan perpustakaan umum desa, yang dibina dan dikembangkan dengan kerja sama antara pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
d. Perpustakaan Keliling
berfungsi sebagai perpustakaan umum yang melayani masyarakat yang tidak terjangkau oleh pelayaan perpustakaan umum. Dengan mengunjungi pusat pemukiman masyarakat, merupakan peningkatan dan perluasan pelayanan perpustakaan wilayah/perpustakaan umum tingkat II.
e. Perpustakaan Sekolah
Berfungsi sebgai pusat kegiatan pembelajaran, pusat penelitian sederhana, pusat baca guna menambah ilmu pengetahuan dan rekreasi.
f. Perpustakaan Perguruan Tinggi
Berfungsi sebagai kegiatan pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
g. Perpustakaan Khusus / Dinas
Berfungsi sebagai pusat referensi dan penelitian serta sarana untuk memperlancar pelaksanaan tugas instansi ataui lembaga yang bersangkutan.
C. Proses dan Pengelolaan Perpustakaan
Yang dimaksud dengan pengelolaan bahan pustaka adalah kegiatan yang meliputi inventarisasi, klasifikasi, pembuatan katalog, penyelesaian, dan penyusunan buku di rak.
1. Inventarisasi Buku
Memeriksa buku, setibanya di perpustakaan terlebih dahulu harus diperiksa, jika ternyata jumlah buku tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima, perlu selekasnya diselesaikan.
Memberi stempel buku, di perpustakaan perlu dibubuhi stempel. Stempel ini dapat berupa stempel sekolah atau dapat juga berupa stempel khusus perpustakaan. Stempel dibubuhi pada tiga tempat, yaitu:
a. di balik halaman judul, bagian tengah halaman, pada tempat atau bagian yang tidak ada teksnya,
b. pada halaman akhir,
c. pada suatu halaman rahasia.
Pada prinsipnya, stempel tidak boleh mengganggu teks buku. Andaikata terpaksa mengenai teks, hendaknya diusahakan sedikit mungkin.
2. Memberi Nomor Induk Buku
Setiap buku yang akan menjadi koleksi perpustakaan yang akan ditempelkan di rak buku harus diberi nomor. Nomor induk ialah nomor urutan semua buku yang ada, mulai dari nomor satu hingga nomor terakhir. Nomor induk (kadang-kadang disebut juga nomor urut) ditempatkan di dekat stempel buku di balik halaman judul, boleh di sebelah atas, di samping, atau di bawah. Sebaiknya tidak usah menggunakan tinta, tapi cukup dengan pensil saja. Nomor induk terakhir menunjukkan jumlah buku di perpustakaan. Dengan adanya nomor induk ini, petugas dapat secara cepat mengetahui jumlah buku yang ada jika sewaktu-waktu diperlukan.
3. Mencatat Buku dalam Daftar Buku Induk
Tgl
No. Induk
Penga-rang
Judul
Penerbit
Tahun Terbit
Harga
Asal Sumber
Hal
Ket
1-Feb
378
Koentjaraning-rat
Manu-sia dan Kebu-daya-an
Djamba
1978
-
Hadiah










































- “ -
379
Soenar-to
Tanya Jawab
Tiga Serang-kai
1978
875
Beli
















2-Mar
450
Yasni Z
Bung Hatta Menjawab
Gunung Agung
1978
700
Beli








Cara mengisi daftar buku induk:
1. Kolom tanggal.
Kolom ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun saat buku dicatat dalam daftar buku induk. Misalnya, apabila buku didaftar pada tanggal 5 Januari 1992, dalam kolom tanggal diisi dengan 5-1-1992, jika pada hari yang sama didaftar sejumlah buku, pada kolom ini cukup ditulis dengan tanda kutip diapit tanda kurung (-“-) untuk buku-buku kedua, ketiga, dan seterusnya.
2. Kolom nomor induk.
Kolom ini diisi dengan nomor induk buku, setiap buku diberikan nomor induk tersendiri.
3. Kolom nama pengarang.
Kolom ini diisi denan nama pengarang, penyadur atau nama badan penerbit yang dianggap sebagai pengarang buku.
4. Kolom judul buku.
Kolom ini diisi dengan judul buku yang tertera pada halaman judul.
5. Kolom penerbit.
Kolom ini diisi dengan nama badan atau lembaga yang menerbitkan buku dan nama kota.
6. Kolom tahun terbit.
Kolom ini diisi dengan angka tahun pada saat buku diterbitkan, misalnya tahun 1990.
7. Kolom harga buku.
Kolom ini diisi dengan harga buku. Kegunaan pencantuman ini antara lain apabila suatu ketika buku itu hilang.
8. Kolom sumber.
Yang dimaksud dengan sumber ialah tempat asal buku, untuk buku-buku itu dibeli sendiri.
9. Kolom jumlah halaman.
Kolom ini diisi berapa halaman untuk masing-masing judul.
10. Kolom keterangan.
Kolom ini dapat diisi dengan hal-hal lain yang dianggap perlu, tetapi belum tercantum dalam kolom lain. Biasanya kolom ini digunakan untuk memberikan keterangan setelah buku beredar dan mengalami sesuatu hal umpamanya buku tersebut rusak, hilang, dipinjam oleh perpustakaan lain, atau ditukarkan.
Contoh isian kolom ini, umpamanya:
a. buku hilang diganti dengan judul yang sama,
b. buku hilang tidak diketahui,
c. buku hilang diganti dengan sebagian harga buku, dan
d. buku dikeluarkan dari peredaran karena tidak digunakan lagi (Anonim, 1996:20).
D. Upaya Meningkatkan Minat Baca
Berbagai upaya untuk meningkatkan minat baca siswa, antara lain melalui langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:
1. Setiap sekolah diharapkan ada ruang perpustakaan paling tidak disediakan baca dengan dilengkapi fasilitas yang memadai.
2. Ruang perpustakaan atau ruang baca diatur sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan.
3. Koleksi bahan pustaka diusahakan ditambah dengan cara membeli, minta sumbangan dari murid-murid yang lulus dari sekolah yang bersangkutan atau sumbangan dari masyarakat, dengan tetap memperhatikan judul buku yang sudah memenuhi syarat untuk digunakan di sekolah dan tukar menukar koleksi dengan perpustakaan sekolah lain.
4. Pelayanan peminjam dan pengembalian buku (pelayanan sirkulasi) dapat menggunakan buku tulis atau dengan sistem kartu.
5. Pengaturan peminjaman dan pengembalian buku (pelayanan sirkulasi) dibuat sepraktis dan seefisien mungkin, namun tetap aman.
6. Siswa diberi kesempatan meminjam untuk dibawa pulang.
7. Petugas perpustakaan atau guru yang ditunjuk untuk mengelola perpustakaan harus orang yang memahami/dapat memahami cara pengelolaan perpustakaan, dan berdedikasi baik terhadap peningkatan mutu peserta didik.
8. Petugas perpustakaan dapat membuat anotasi atau singkatan suatu isi buku dan menempelkannya di pintu ruang perpustakaan atau di tempat yang dapat menarik perhatian murid.
9. Petugas perpustakaan hendaknya membimbing urid bagaimana mencari buku/koleksi dengan menggunakan kartu katalog, sehingga anak mempunyai keterampilan mencari buku yang diperlukan dengan cara yang biasa dilakukan pada perpustakaan yang baik.
10. Bimbingan membaca buku secara benar dan baik selalu diberikan oleh guru maupun petugas perpustakaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
11. Siswa dibiasakan memberikan laporan dan tanggapan secara tertulis terhadap buku-buku yang pernah dibaca.
12. Bimbingan membaca buku secara benar dan baik selalu diberikan oleh guru maupun pustakawan.
13. Siswa dianjurkan membuat pustaka kecil di rumah masing-masing.
14. Pada waktu pelajaran keterampilan, anak-anak disuruh membuat keterampilan yang petunjuk pembuatannya terdapat dalam buku perpustakaan sekolah, pada waktu tidak ada pelajaran.
15. Guru dapat membawa beberapa contoh buku yang diperkirakan dapat menarik minat anak, dan sedikit menceritakan isi buku tersebut sebelum mulai mengajar.
16. Guru membuatkan daftar judul buku yang cocok untuk kelas tempat dia mengajar.
17. Buku-buku yang dirasa paling baik untuk dibaca anak-anak dipamerkan atau dipajang secara khusus, pada tempat yang mudah dilihat anak.
18. Dibuatkan daftar buku yang dapat menunjang suatu pelajaran tertentu.
19. Membuat daftar buku yang baru diterima dan menempatkan pada tempat yang sudah disediakan.
20. Dianjurkan kepada anak untuk membuat daftar judul.
21. Ajarkan kepada siswa bagaimana cara menggunakan buku sumber atau menelusuri informasi secara tepat dan benar, seperti ensiklopedi, kamus, dan atlas.
22. Diusahakan supaya guru bersedia mengusahakan diskusi dengan siswa tentang isi sebuah buku yang menarik.
E. Problem Perpustakaan
Pemerintah sudah menetapkan bebrapa keputusan tentang pembinaan perpustakaan sekolah, termasuk perpustakaan SMTA, yaitu Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 0103 / 0 / 1981 tentang keputusan ini memberi dasar bagi pengembangan perpustakaan sekolah secara nasional.
Menurut SK tersebut, perpustakaan sekolah mengemban fungsi:
a. sebagai pusat kegiatan belajar mengajar
b. pusat penelitian sederhana
c. pusat membaca guna menambah ilmu pengetahuan
d. tempat rekreasi (Anonim, 1998: 2).
Masalah yang dihadapi oleh perpustakaan sekolah adalah:
1. Banyak sekolah belum menyelenggarakan perpustakaan.
2. Banyak sekolah belum menyelenggarakan perpustakaan layanan secara semestinya, dan hanya merupakan tempat penyimpanan buku belaka.
3. Ada sejumlah kecil perpustakaan sekolah yang telah terselenggara secara memadai, tetapi belum jelas mengaitkannya dengan kegiatan pembelajaran.
4. Keberadaan dan kegiatan perpustakaan sekolah yang sangat tergantung dari sikap kepala sekolah, karena beliaulah yang memegang kebijakan dalam pendanaan.
5. Tidak ada tenaga pustakawan yang tetap, kebanyakan perpustakaan dikelola oleh seseorang guru yang setiap saat dapat dimutasikan.
6. Pekerjaan perpustakaan kurang disukai, dan bahkan dianggap lebih rendah dari tugas guru. Ada perpustakaan yang pengelolaannya diserahkan kepada petugas tata usaha.
7. Koleksi perpustakaan sekolah pada umumnya sangat lemah dan belum terarah (Anonim, 1998: 3).
Berkenaan dengan hasil tersebut, maka masalah yang dihadapi di perpustakaan Madrasah adalah:
1. Kurangnya persediaan buku paket yang berkenaan dengan mata pelajaran agama.
2. Buku-buku yang ada tidak berkaitan dengan mata pelajaran.
3. Hari peminjaman ditetapkan misalnya hari Senin dan Selasa untuk kelas I, hari Rabu dan Kamis untuk kelas II, hari Jum’at dan Sabtu untuk kelas III.
4. Meminjam buku perpustakaan per orang hanya boleh dua buku, dan lama peminjaman hanya enam hari, dan kalau terlambat didenda 1 hari Rp. 100,-
5. Meminjam buku harus membawa kartu perpustakaan, bagi yang tidak membawa kartu perpustakaan, tidak dilayani oleh pengelola perpustakaan.
F. Penutup
a) Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang penulis kemukakan pada pembahasan terdahulu, maka sampailah pada bab terakhir dari skripsi ini yang merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran-saran.
Untuk memudahkan para pembaca dalam mengetahui dan memahami isi yang terkandung di dalam skripsi ini, penulis akan mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Perpustakaan sangat diperlukan terutama untuk membantu keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Tugas utama perpustakaan ialah untuk menunjang kurikulum. Siswa sangat senang dengan keberadaan perpustakaan, dan untuk meningkatkan pengetahuan yang luas.
2. Prosedur peminjaman buku perpustakaan Madrasah yaitu:
a. Kalau meminjam buku harus membawa kartu perpustakaan; jika tidak membawa kartu perpustakaan, tidak akan dilayani,
b. Meminjam buku hanya boleh dua buku, lama peminjaman enam hari, kalau habis masa enam hari, boleh diperpanjang waktunya, kalau terlambat diberi sanksi yaitu denda 1 hari Rp. 100,-
3. Problematika yang dihadapi di perpustakaan Madrasah yaitu:
a. Kurangnya persediaan buku paket, terutama buku agama (Qur’an Hadits, Fiqih, Akidah Akhlaq, dan SKI). Buku-buku tersebut sangat dibutuhkan oleh siswa.
b. Kurangnya minat baca siswa karena buku di perpustakaan sangat terbatas.
c. Persediaan buku-buku bacaan lainnya tidak ada, contohnya buku-buku cerita, majalah, dan novel.
b) Saran-saran
Mencermati kondisi objektif yang ada di Madrasah dalam kaitannya dengan peranan perpustakaan dalam proses meningkatkan mutu pendidikan, maka kiranya perlu penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Kepada pengelola perpustakaan di Madrasah, hendaknya selalu memotivasi kepada guru bidang studi dan siswa untuk senantiasa memanfaatkan perpustakaan dan meningkatkan (beramai-ramai) membaca dan mencari informasi melalui perpustakaan. Kalau guru dan siswa sering mengunjungi perpustakaan untuk mencari ilmu pengetahuan melalui buku, koran, majalah, dan lain-lain, maka mutu pendidikan semakin baik serta hendaknya selalu berupaya mencari jalan untuk melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran, seperti melengkapi perpustakaan, laboratorium, mushalla.
2. Kepada majelis guru, hendaknya jangan cepat puas dengan hasil yang telah dicapai oleh siswa, tetapi senantiasa berupaya meningkatkan profesionalitasnya dengan cara banyak membaca dan menerapkan atau menyuruh berkunjung ke perpustakaan untuk mencari ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan jelas kepada siswa, serta diharapkan agar senantiasa memotivasi siswa agar dapat belajar dengan baik.
3. Kepada pihak orang tua/wali murid, kiranya dapat meningkatkan kerja sama dengan pihak Madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan, terutama kerja sama dalam memotivasi belajar siswa. Kerja sama dalam mengadakan, memenuhi, dan melengkapi sarana dan prasarana kebutuhan pembelajaran siswa, baik sarana belajar di rumah, di perpustakaan, maupun yang dibutuhkan di kelas (madrasah).
c) Kata Penutup
Perpustakaan sebagai bagian integral dari suatu lembaga pendidikan merupakan pusat sumber belajar yang dapat meningkatkan kegemaran dan minat membaca siswa, mengembangkan minat baca siswa untuk memelajari hal-hal baru, serta informasi melalui buku-buku referensi, sekolah seperti kamus, ensiklopedia, indeks, dan sejenisnya.
Selain itu, perpustakaan sekolah merupakan tempat membaca untuk belajar mandiri, yang melibatkan siswa dalam proses berpikir, mencari, menemukan, mengelola, dan menyimpulkan sendiri melalui sumber belajar yang tersedia. Karena itu pengelolaan perpustakaan seklah merupakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk dibenahi di sekolah atau madrasah saat ini.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim, (1990). Alqur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Alqur’an.
Gaffar, (1992). Dasar-dasar Administrasi dan Supervisi Pengajaran. Padang: Angkasa Raya.
Amidhan, (1992). Pedoman Perpustakaan Masjid. Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama RI.
Anonim, (1993). Pedoman Penulisan Skripsi. Jambi: IAIN.
_______, (1996). Pedoman Teknis Penyelenggaraan perpustakaan Sekolah Menengah Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
_______, (1998). Perpustakaan Sekolah Petunjuk Untuk Membina, Melaksanakan, dan Memelihara Perpustakaan di Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Boediono, (1996). Kurikulum Sekolah Menengah Umum (SMU). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Hadi, Sutrisno, (1984). Metodologi Research Jilid I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Larasati, Millburga, (1985). Membina Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta: Kanisius.
Poerwadarminta, W.J.S., (1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekarman, K., (1984). Berita Perpustakaan Sekolah No. 47. Jakarta: Proyek Pengembangan Perpustakaan Pusat Pembinaan Perpustakaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumardji, (1991). Mengelola Perpustakaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sukarman, (1982). Berita Perpustakaan Sekolah. No. 47. Jakarta: Proyek Pengembangan Perpustakaan Pusat Pembinaan Perpustakaan.
Syalaby, Ahmad, (t.t.). Sejarah Pendidikan Islam. Terj. Muchtar Yahya dan Sanusi Latif. Jakarta: Bulan Bintang.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar, (1998). Metodologi penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
REKONSTRUKSI
PARADIGMA PENELITIAN IAIN STS JAMBI
KE ARAH RESEARCH UNIVERSITY


Abstrak

Pengembangan ilmu pengetahuan (science) yang dicari untuk ditemukan dan dikembangkan melalui research atau penalaran logis oleh para ilmuwan termasuk—perguruan tinggi—selain dimaksudkan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu, juga dimaksudkan agar temuan-temuan itu dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk membangun peradaban dan kepentingan kesejahteraan umat manusia. Melihat tujuan mulia ini, maka pengembangan penelitian menjadi prasyarat utama lahirnya temuan dan inovasi ilmu pengetahuan (science). Meskipun kenyataannya, persoalan pengelolaan penelitian di perguruan tinggi dinilai tidak mampu melahirkan sejumlah temuan dan inovasi science untuk memenuhi tuntutan dan pelayanan penelitian (research) karena masih dikelola secara konvensional yang tidak sejalan dengan esensi dasar epistemologi keilmuan
dan semangat research university. Karenanya upaya mencari format dan bentuk penelitian
dengan merekonstruksi paradigma pengelolaan penelitian menjadi suatu keharusan
bagi akademisi di perguruan tinggi.



A. Latar Belakang Masalah
Research university pada hakekatnya merupakan suatu sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan memberikan penekanan pada transformasi kegiatan universitas dari murni pengajaran menjadi kombinasi pengajaran dan riset (research), di samping peningkatan peran perguruan tinggi yang mengarah pada penciptaan produk yang layak jual. Atas dasar ini, maka research university diharapkan mampu menjadi sebuah entitas penghasil pengetahuan baru. Riset (research) merupakan tulang pungung pengembangan keilmuan, baik dalam lingkup lokal maupun global.
Atas dasar itulah, maka perguruan tinggi sebagai pusat keunggulan (centre of excellence) diharapkan mampu menggali dan menumbuh kembangkan, sekaligus menyebarluaskan ilmu pengetahuan, karena hal ini merupakan sebuah tanggung jawab ilmiah dan akademik perguruan tinggi sebagai lembaga unggulan.
Upaya untuk mewujudkan perguruan tinggi yang demikian, sebenarnya menuntut keterlibatan semua pihak, termasuk penyediaan sarana dan fasilitas lembaga yang ada. Akan tetapi yang menjadi posisi kunci (key position) adalah desain program dan orientasi penyelenggaraan penelitian termasuk penciptaan iklim dan tradisi meneliti dikalangan akademisi (dosen) di suatu perguruan tinggi. Pengelolaan penelitian di perguruan tinggi selama ini belum dikelola secara maksimal, yang ditandai dengan rendahnya respon dosen dalam meneliti, sistem pelatihan (training) yang belum maksimal, serta manajemen penelitian yang cenderung berjalan sendiri-sendiri (split and disorientation) tanpa berangkat dari paradigma kelembagaan. Pengelolaan pendidikan yang tidak berorientasi pada paradigma penelitian ini mengharuskan perlunya rekonstruksi paradigma penelitian yang mengarah pada research university.
a. Peran PT di bidang research University
Rekonstruksi dan peran perguruan tinggi (PT) di bidang penelitian melalui paradigma research university sebenarnya merupakan pembedahan terhadap esensi akademik yang harus dijalankan oleh suatu perguruan tinggi. Rekonstruksi dan peran ini terasa penting dan mendesak untuk dilakukan, mengingat selama puluhan tahun kehadiran perguruan tinggi di tanah air, ternyata menunjukkan hasil penelitian yang kurang menggembirakan. Karena itu perlu dilakukan rekonstruksi akademik-ilmiah yang mengarah pada research university ini. Dengan rekonstruksi perguruan tinggi ke arah research university diharapkan suatu perguruan tinggi akan melahirkan semangat baru dengan paradigma berpikir untuk ‘selalu mencari dan menemukan sesuatu’ sebagai geliat intelektualitas yang dominan pada karakter ilmiah perguruan tinggi.
Rekonstruksi research university sebagai terobosan baru dalam kerangka pemberdayaan fungsi dan peran akademik-ilmiah perguruan tinggi terutama diarahkan untuk lebih menekankan pada aspek, 1) kelembagaan, 2) sumber daya peneliti (dosen), 3) sistem dan birokrasi kampus, 4) pendanaan, 5) fasilitas pendukung, dan 6) penghargaan dan apresiasi hasil karya ilmiah dosen melalui “IAIN STS Jambi Research Day”.
Rekonstruksi ke arah ini, paling tidak memberikan ruang gerak yang simultan dalam mempercepat gerakan diseminasi semangat dan tradisi ilmiah melalui research university ini.
b. Hambatan Research University di Indonesia
Dalam implementasinya, ternyata rencana pengembangan research university sebagai kebijakan akademik untuk meningkatkan peran serta keilmuan yang dikembangkan oleh perguruan tinggi memiliki hambatan, yang tidak saja mengancam research itu sendiri di perguruan tinggi, tetapi menghilangkan peran akademik dan ilmiah yang seharusnya diemban dengan baik selama ini. Selama ini, pembangunan pendidikan terutama pendidikan tinggi dengan peran akademik dan ilmiah, belum banyak berkontribusi positif bagi peningkatan kualitas kemasyarakatan, akan tetapi lebih banyak bersifat teoritis dan formalitas belaka. Akibatnya, pendidikan di tanah air selama ini terpuruk. Meskipun sebenarnya, diakui secara individual, ternyata pendidikan kita telah melahirkan generasi yang cerdas, maju, dan mandiri, serta mampu berkompetisi dalam pembangunan nasional. Akan tetapi secara kelembagaan, dengan peran-peran ilmiah yang dilakukan dan dilahirkan rasanya belum memperlihatkan hasil yang memuaskan dibanding dengan jumlah dana yang dikeluarkan dan lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi yang diselenggarakan.
Melihat kenyataan ini, maka semangat perguruan tinggi dalam mengembangkan research university, sudah barang tentu harus dilakukan dengan membangkitkan apresiasi terhadap penelitian ini sendiri, di samping harus melakukan penataan sistem dan pemberian motivasi yang kuat, konsisten, dan baik kepada dosen dalam melakukan penelitian.
Atas dasar ini, ada beberapa pertimbangan mendasar menjadi alasan pentingnya dilakukan penelitian ini, yaitu:
Ingin melihat dasar strategik pengembangan penelitian
Ingin melihat konstruksi lembaga/pusat-pusat penelitian
Latar belakang mutu meneliti dosen/ada atau tidak pembekalan penelitian yang dilakukan
Ketersediaan dana penelitian
IAIN STS Jambi Research Day sebagai ajang bursa penelitian
Pusat studi/kajian pada tingkat fakultas/unit
Benchmarking penelitian
Networking/webworking penelitian
Apresiasi penelitian (reward) bagi dosen yang memiliki karya terbanyak dan berkualitas.
B. Perumusan Masalah Penelitian
Dalam konteks latar belakang di atas, penulis ingin melihat seberapa baik kepedulian perguruan tinggi (PT) IAIN STS Jambi di dalam melakukan pembinaan terhadap penelitian di perguruan tinggi (PT) ini.
Untuk tujuan demikian, maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah berkisar pada masalah:
1. Bagaimana respon pimpinan, dan dosen terhadap pengembangan penelitian?
2. Bagaimana animo dosen dalam mengembangkan penelitian dalam bentuk jurnal, makalah, dan buku
3. Apakah animo dosen dalam meneliti dipengaruhi oleh akses publikasi penelitian yang rendah atau karena kemampuan dan informasi yang lemah?
4. Perlukah setiap fakultas (jurusan dan prodi) membentuk sebuah pusat studi sebagai media untuk menggerakkan kegiatan penelitian?
5. Apakah ada upaya yang dilakukan pimpinan PT dan pusat penelitian dalam meningkatkan jaringan (networking) dan jalinan (webworking) perguruan tinggi di dalam mencari sumber-sumber donasi penelitian dosen?
C. Telaah Pustaka
a) Konsep Research University
Penajaman dan penetapan visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi tersebut seharusnya diarahkan untuk mewujudkan perguruan tinggi menjadi research university melalui penetapan haluan/arah tujuan perguruan tinggi menjadi universitas riset (research university) melalui tujuh dasar strategik[1], yaitu:
1. memperluas akses dan meningkatkan equity
2. meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran
3. memperteguh (memperkuat) penelitian dan inovasi
4. memperkuat lembaga perguruan tinggi
5. menjadikan perguruan tinggi go public (go internasional)
6. membudayakan pembelajaran sepanjang hayat (lifelong education)
7. memperkokoh sistem informasi pendidikan tinggi.
Rasionalisasi mewujudkan perguruan tinggi yang mengarah pada research university ialah untuk mempercepat proses pembangunan nasional berasaskan pendidikan (pendidikan tinggi) sebagai penggerak (engine) utama pembangunan bangsa (nasional) yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat lokal, nasional, dan global. Percepatan ini diperlukan melalui kemampuan mengambil bahagian dalam pengalihan skenario pembangunan bangsa melalui aktivitas yang intensif di bidang ilmu pengetahuan dan penyelidikan dan ini sangat bergantung kepada rakyatnya khususnya akademisi di perguruan tinggi
Universitas riset (research university) adalah salah satu institusi terpenting untuk menghasilkan human capital (human resources) yang dapat mewujudkan kepemimpinan intelektual dan teknologi, dan juga penting untuk membentuk masa penelitian yang kritis untuk mengangkat negara Indonesia sebagai sebuah negara yang inovatif dan pencipta teknologi, bukan statis dan hanya menjadi penikmat teknologi. Universitas riset (research university) juga menjadi wahana untuk mempercepat pembangunan nasional karena terjadi transfer of knowledge dan transfer of value di dalamnya dengan selalu melakukan inovasi di dalamnya.
Dalam membicarakan tentang research university, paling tidak ada dua kata yang terlebih dahulu harus dijelaskan agar memiliki pemahaman yang komprehensif dan utuh mengenai pengertian research university tersebut, yaitu research dan university.
1) Definisi Riset (Research)
Menurut Howard dan Sharp,[2] bahwa: “most people associate the word ‘research’ with activities which are substantially removed from day-to-day life and which are pursued by outstandingly gifted persons with an unusual level of commitment. There is of course a good deal of truth in this viewpoint, but we would argue that the pursuit is not restricted to this type of person and indeed can prove to be a stimulating and satisfying experience for many people with a trained and enquiring mind. We define research as: “Seeking through methodical processes to add to one’s own body of knowlegde and, hopefully, to that of others, by the discovery of non-trivial facts and insight”.
Menurut James E.Mauch dan Namgi Park,[3] “research design ia a total plan for carrying out an investigation. A completed research design shows the step-by step sequence of actions in carrying out an investigation essential to obtaining objective, reliable, and valid information”.
Tujuan dari research ini banyak, antara lain untuk mengulas keberadaan ilmu pengetahuan, menjelaskan beberapa situasi atau masalah, merekonstruksi beberapa situasi/masalah, serta memberikan penjelasan terhadap ilmu pengetahuan, seperti diungkapkan oleh Howard dan Sharp[4] bahwa “there are many different purposes of research project. For common ones are: 1) to review existing knowledge; 2) to describe some situation or problem; 3) the construction of something novel; 4) explanation.
Research dalam dunia sosial merupakan investigasi empiris secara sistematis dan terfokus dari wilayah praktis dan bersifat pengalaman untuk menjawab suatu pertanyaan inti tentang apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi, dan kadang-kadang juga tentang bagaimana menghasilkan peningkatan ilmu pengetahuan, seperti diungkapkan oleh Wallace dan Poulson[5] bahwa:
”Research in the social world is a focused and systematic empirical investigation of an area of practice and experience to answer a central question about what happens and why, and sometimes also about how to generate improvement”.
2) Definisi Universitas (University)
Menurut Taliziduhu Ndraha[6] menjelaskan bahwa istilah universitas berasal dari bahasa Latin universitas. Kata ini berkaitan dengan kata totalitas, universe, bahkan guild dan corporation. Menurut kamus, universitas adalah: ”An institution of learning of the highest level, comprising a college of liberal arts, a program of graduate studies, and several professional schools, and authorized to confer, both undergraduate and graduate degrees”.
Universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi telah tumbuh dan berkembang pada berbagai negara di dunia. Berikut ini di antara negara-negara yang menggunakan nama universitas, dengan bahasa yang berbeda[7], antara lain: a) Arab: al-jamiah, b) Bosnia: univerzitet, c) Catala: universitat, d) Kroasia: univerzitet, e) Czech: univerzita, f) Danish: universitet, g) Dutch: universiteit, h) Esperanto: universitato, i) French: universitÃ, j) German: Universität, k) Indonesia: universitas, l) Interlingua: universitate, m) Italia: università , n) Latin: universitas, o) Lithuania: universitetas, p) Polish: uniwersytet, q) Portuguese: universidade, r) Romania: universitate, s) Slovak: univerzita, t) Slovene: univerza, u) Spanish: universidad, dan v) Swedish: universitet.
Jika dilihat dari sisi bahasa, menurut Encyclopedia Britannica, kata universitas berasal dari bahasa Latin: “The word university is derived from the Latin universitas magistrorum et scholarium, roughly meaning “community of of teachers and scholars”[8].
Dalam konteks perguruan tinggi, menurut Richard A. Kalish [9] bahwa ketika kita berbicara mengenai perguruan tinggi seperti sekolah tinggi dan universitas, sebenarnya mencakup wilayah yang sangat luas, baik dilihat dari sisi lokasi/letak, maupun obyek kajian, bahkan jumlah mahasiswa, dan pengelola, seperti ia nyatakan sebagai berikut:
“When we talk about “the college campus”, we are really talking about a great variety of places where a great variety of objectives are being met. Colleges and universities vary in size from those with a couple of hundred students and a handful of faculty to those with 30,000 or more students and many hundreds of faculty members. They may be in the downtown section of large cities or in isolated rural areas. They may be operated by a branch of government (city, county, or state), or they may be operated under private endowment or by religious groups”.
Kampus perguruan tinggi (universitas) memiliki aturan, aktivitas, sistem keuangan, budaya, sistem nilai, konsentrasi, satuan mata kuliah, sampai kepada aturan-aturan akademik. Semua ini menunjukkan peran kependidikan di perguruan tinggi seperti universitas, institut, sekolah tinggi dan akademi.
Mengingat universitas merupakan lembaga akademik yang menjalankan peran pendidikan, maka sesuai dengan definisi research dan university di atas, menunjukkan bahwa universitas (university) merupakan suatu lembaga pendidikan dan penelitian tinggi yang memberikan gelar akademik pada semua tingkatan (diploma, sarjana muda, master, dan doktor) pada berbagai bidang.
Menurut Komisi Boyer[10] mendefinisikan research university diartikan sebagai “universitas yang menyelenggarakan program sarjana, pendidikan pascasarjana (master) hingga program doktor dan memberikan prioritas yang tinggi pada penelitian”.
Menurut Sri Harjanto[11] bahwa pada masa lebih dari seribu tahun yang lalu utamanya di negara Eropa, kegiatan utama universitas lebih ditekankan pada pengajaran. Pada awalnya, riset (research) hanya dilakukan pada bidang sastra dan bahasa. Hal ini tidak terlepas dari upaya menjaga pembelajaran klasik di abad ke-18. baru pada akhir abad ke-19 atau sekitar awal abad ke-20 masuklah kegiatan riset (research) sebagai bagian dari kegiatan akademik di universitas-universitas.
Bahkan Andrew, et.all[12] menyatakan bahwa “most texts suggest that the first equivalent of a university was Plato’s Academy, which was founded in the 4th century BC in Athens and lasted for about 800 years until it was closed down by the Roman Emperor Justinian. This is a Eurocentric version: there is evidence, for instance, that India and China had ‘academies’ of higher learning similar to Plato’s Academy as early as 1500 BC.
Andrew, et.all[13] menyatakan bahwa “in the 20th century universities have become important and successful institutions in society. perhaps the main reason is that universities-although they were rather sleeply places a couple of centuries ago-have been able to organise the production of knowledge with great success, because there are seen as contributing to the good of society generally, governments and businesses support universities financially. Knowledge is organised into discipline,a nd nowadays most of these have their ‘home’ in universities. Professions and trades which once had no connection with universities (e.g. nursing, accountancy, surveying) now have university degree courses. This is partly explained by a desire for prestige. Universities ”have been able to make their significant contribution to modern society not despite what they were but because of what they were. Their role as powerhouses of knowledge production is quite recent. Most of the technological advances that we sum up with the term ‘the industrial revolution’ (the steam engine, mechanised factories, steel bridge, better navigation instruments) did not emerge from universities (in many cases the inventors were not even university graduates). Even 100 years ago no-one could have predicted that universities would become such an important driving force for change and development in the modern world. Although universities in the 20th century are very different places from Plato’s Academy or the medieval universities, modern university culture is based on certain core values and interests not so very different from the values and interest of the erlier universities. These include 1) an interest in knowledge forits own sake, 2) reason, 3) exhaustive inquiry, 4) specialised knowledge, 5) an interest in origins or first principles, 6) disputation, 7) openness, 8) sceptisism, 9) concern for truth, 10) honesty, 11) respect for intellectual property, 12) collegiality, 13) authonomy, 14) critique, 15 tolerance”.
Secara sederhana, research university, paling tidak dapat dimaknai sebagai penelitian yang dilakukan oleh masyarakat guru atau sarjana. Mengingat sarjana dan guru ini merupakan produk atau lulusan perguruan tinggi, maka sebenarnya universitas riset (research university) hanya dapat dilakukan oleh perguruan tinggi. Itulah sebabnya penelitian ini berkembang di perguruan tinggi.
Menurut Kevin Robin dan Frank Webster[14] bahwa:”Like a number of other public institutions, the university has ceased to be ‘(a) privileged site of investment of popular will’ (Readings 1996:14)—by which is meant national will. Its status shifted from that of ideological apparatus of the nation-state to being a relatively independent bureaucratic system. The era of the ‘university of culture’ is thus giving way to that of what Readings calls the ‘university of excellence’, alias the ‘technological university’ or the ‘corporate university”.
Dari pendapat Kevin Robin dan Frank Webster tersebut dapat dipahami bahwa " universitas, seperti halnya institusi publik yang lain, tidak lagi menjadi suatu tempat investasi yang istimewa dan memperoleh perhatian penuh dari suatu negara. Statusnya bergeser dari piranti ideologis dari nation-state menjadi sistem birokratis independen (mandiri). Masa' kultur universitas' demikian menurut Readings sebagaimana dikutip Robin dan Webster dikenal dengan 'universitas unggulan', alias'universitas teknologi' atau ' perusahaan universitas'".
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa sejarah kehadiran universitas cukup lama (diperkirakan abad ke-4 SM), dan penelitian (research) diperkirakan pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20, dan khusus penelitian di Indonesia diperkirakan sekitar akhir abad ke-20. perkembangan penelitian sekitar abad ke-20 ini disebabkan karena peran universitas pada kehidupan sosial (in the 20th century universities have become important and successful institutions in society).
b) Research university Sebagai Suatu Kebutuhan
Di lihat dari definisi research university di atas, maka sebenarnya research university menjadi suatu kebutuhan karena research university menjadi landasan epistemologi lahirnya filosofi budaya akademik. Artinya pengembangan budaya akademik bertitik tolak dari elemen budaya universitas, yaitu visi, misi, kepemimpinan, iklim universitas (perguruan tinggi), komitmen kerja dan orientasi universitas yang di arahkan untuk mengembangkan penelitian pada porsi yang memadai melebihi ranah pengabdian lain (pendidikan dan pengajaran, dan pengabdian pada masyarakat). Elemen-elemen budaya akademik ini menjadikan universitas dapat melahirkan inovasi di bidang penelitian berupa kemampuan perguruan tinggi untuk merekayasa, merekonstruksi, menemukan, serta melahirkan ilmu atau temuan baru sebagai andilnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Secara ontologis, research university ingin melihat konteks pengabdian perguruan tinggi ke dalam kerangka pengembangan keilmuan, yang menitikberatkan pada pengembangan tridarma perguruan tinggi. Titik berat pada pengembangan perguruan tinggi ini dalam realitasnya secara aksiologis, kelihatannya perguruan tinggi ingin melihat apakah suatu perguruan tinggi (universitas) telah kehilangan ruh (spirit) dalam mewujudkan pola pikir (mindset) sebagai masyarakat ilmiah. Mandegnya perguruan tinggi atau universitas dalam melakukan inovasi ini akan menyebabkan perguruan tinggi selain kehilangan power akademiknya, juga menunjukkan kehilangan akar akademiknya.
c) Prinsip Research University
1) Filosofi Research University
Kultur akademis yang lama dan dihormati adalah pengajaran yang berpusat pada dosen (lecturer-centred), hal ini akan mendukung kemerdekaan bagi seorang dosen, sehingga menciptakan student-dependency pada dosen tersebut. Ciri ini adalah bertentangan dengan fleksibilitas mahasiswa atas pelajaran yang diberikan dan diterima. Dari sini akan nampak sebagai suatu yang paradoks antara fleksibilitas mahasiswa dengan kultur akademis yang dibangun. Ada suatu ketegangan yang secara dialektika antara kultur akademis dan akses belajar yang menyenangkan bagi mahasiswa. Kultur akademis tersebut, secara umum dimiliki oleh dosen yang bersangkutan, sedangkan fleksibilitas tersebut menempatkan mahasiswa pada kondisi terkendali. Para dosen mendesain kurikulum dan perkuliahan, sementara pendekatan yang fleksibel memungkinkan siswa untuk memilih dan mempelajari bahan-bahan (sumber belajar), serta menetapkan tujuannya.
Kultur akademis bukan hanya dimanifestasikan atau ditandai dengan aktivitas mengajar dan belajar, tetapi juga aktivitas lain yang utama yang dilakukan oleh universitas melalui penelitian berbasis kedisiplinan (discipline-based research). Sasaran kelembagaan, prioritas, dan nilai-nilai yang mempengaruhi suasana kultur tertentu dimana individu mampu menyatakannya. Dalam banyak (tidak semua) disiplin, riset secara leluasa memiliki keterikatan (dependent), yakni keterikatan pada para mahasiswa dan staff akademik untuk melakukan riset tersebut. Dan ini sebenarnya seharusnya menjadi prioritas dan target peruruan tinggi.
Jika kita berbicara tentang universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, dan jenis perguruan tinggi apapun namanya, maka sebenarnya kita berbicara tentang filosofi dan praktek pendidikan yang dikembangkan oleh perguruan tinggi tersebut. Karena itu, perguruan tinggi sebenarnya harus menyadari dan concern terhadap peran yang dilakukannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan tersebut.
Perguruan tinggi yang tidak mampu mengembangkan filosofi dan mengarahkan pendidikan sejalan dengan semangatresearch university , maka perguruan tinggi tersebut kehilangan arti pentingnya sebagai masyarakat ilmiah bahkan boleh dikatakan bukan perguruan tinggi,tetapi lebih tepat dikatakan sebagai lembaga kursus, atau lembaga sosial semata. Hal ini disebabkan karena ciri perguruan tinggi terletak pada kemampuannya untuk melakukan penelitian yang pada akhirnya akan melahirkan pengetahuan baru (applied science atau pure science) .
Pendidikan &
Pengajaran



Proses Pendidikan
Pada PT

Penelitian Pengabdian Masyarakat
Gambar: Tiga peran perguruan tinggi sebagai bentuk pelayanan pendidikan
2) Tradisi Ilmiah Sebagai Dasar Research University
Pertanyaan mendasar yang diajukan pada perguruan tinggi kita sampai hari ini adalah apakah perguruan tinggi tersebut, memiliki tradisi ilmiah, atau justru hanya memberikan pelayanan pendidikan dengan hanya menjalankan kegiatan akademik semata, yakni masuk kampus, melaksanakan tugas masing-masing seperti mengajar, membimbing, dan menguji ba gi dosen, melakukan tugas dan atau pelayanan akademik seperti surat menyurat, administrasi, dan sejenisnya bagi karyawan, atau justru mengembangkan tradisi ilmiah sebagai dasar keunggulan perguruan tinggi tersebut menuju research university .
Jika kita melakukan penelitian secara lebih mendalam, ternyata penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi kita selama ini sebenarnya hanya mengembangkan penelitian sebagai formalitas belaka. Hal ini diindikasikan dari banyaknya dosen di perguruan tinggi tertentu yang melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah, hanya sekedar untuk naik pangkat, di sisi lain banyak juga dosen kita yang tidak mau atau segan menulis dan meneliti hanya karena memandang dana penelitian rendah, harus diperebutkan, punya koneksi, dan berlaku bagi kalangan tertentu. Celakanya, hasil karya dosen kita yang dalam kondisi tertentu selain kurang berbobot, dan langka, juga sangat rendah apresiasinya di kalangan perguruan tinggi, terlebih-lebih bagi masyarakat luar kampus.
Inilah sebabnya kenapa dosen kita di indonesia merasa lebih menjanjikan dan membanggakan apabila menjadi seorang birokrat, politisi, ketimbang akademisi sekaligus peneliti.
Menurut Mien A. Rifai[15] bahwa: “Dari 180.000 dosen di Indonesia, diperkirakan hanya sekitar 1,1 persen yang mampu meneliti secara layak. Tidak heran, kontribusi Indonesia pada perkembangan ilmu pengetahuan amat rendah. Demikian disampaikan penilai hibah bersaing Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), Mien A Rifai APU, di Surabaya, Selasa (22/1).”Setidaknya saya lihat itu berdasarkan proposal penelitian yang masuk ke Dikti. Secara umum hanya 2.000 dosen yang mampu meneliti dengan layak,” ujarnya. Banyak dosen lebih sibuk mengajar di banyak tempat daripada meneliti untuk kepentingan pengembangan ilmu. Pasalnya, penelitian untuk bidang ilmu dinilai lebih merepotkan. Untuk mendapat hibah bersaing dari Ditjen Dikti, dosen harus mengajukan proposal. Meski sudah cukup susah membuat proposal, belum tentu dana diterima oleh dosen tersebut jika kalah bersaing. Lain halnya jika mereka mengajar di banyak tempat. Mereka bisa segera mendapat bayaran tanpa perlu banyak kerepotan. Bayaran bisa diterima langsung setelah selesai mengajar. ”Tetapi, akibatnya penelitian amat kurang,” ujarnya. Penelitian yang kurang itu berujung pada rendahnya publikasi ilmiah dari dosen Indonesia di jurnal internasional. Data dari banyak penerbit internasional menyebutkan kontribusi Indonesia pada jurnal internasional hanya 0,012 persen. Kontribusi itu lebih rendah dari Nepal yang mampu menyumbang 0,014 persen. Padahal, Nepal negaranya lebih kecil dan kalah maju dibandingkan dengan Indonesia. ”Kalau dibandingkan dengan Singapura, malah lebih jauh lagi. Singapura menyumbang 0,179 persen bagi jurnal internasional,” tuturnya. Mien kurang sepakat bila dana dijadikan alasan. Pasalnya, dana relatif cukup tersedia. ”Dari Dikti saja ada Rp 240 miliar untuk tahun 2007 lalu,” ujarnya. Penilai hibah lainnya, Suminar S Achmadi, mengatakan butuh waktu panjang untuk meningkatkan kemampuan dosen”.
Dari sini kelihatan bahwa betapa rendahnya partisipasi dan mutu penelitian dosen. Padahal, jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, ternyata dosen tersebut memiliki latar belakang pendidikan doktor dan profesor yang ribuan jumlahnya, apatah lagi jika dilihat dari dosen yang masih banyak berlatar belakang strata satu (sarjana), dan master, mungkin lebih rendah lagi.
Menurut Fasli Jalal[16], ada sekitar 3000 profesor dan doktor 9000 orang, tetapi tidak sejalan dengan kemampuan mengajar dan menelitinya, sementara perlu ditingkatkan kesejahteraannya.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mengetahui bagaimana respon pimpinan, dan dosen terhadap pengembangan penelitian dengan paradigma yang mengarah pada research university di IAIN STS Jambi.
b. Ingin mengetahui bagaimana animo dosen dalam mengembangkan penelitian dalam bentuk jurnal, makalah, dan buku.
c. Ingin mengetahui apakah animo dosen dalam meneliti dipengaruhi oleh SDM meneliti, akses publikasi penelitian yang rendah atau karena kemampuan dan informasi yang lemah.
d. Ingin mengetahui perlukah setiap fakultas (jurusan dan prodi) membentuk sebuah pusat studi sebagai media untuk menggerakkan kegiatan penelitian.
e. Ingin mengetahui apakah ada upaya yang dilakukan pimpinan PT dan pusat penelitian dalam meningkatkan jaringan (networking) dan jalinan (webworking) perguruan tinggi di dalam mencari sumber-sumber donasi penelitian dosen
2. Manfaat Penelitian
a. Untuk mengetahui konsep dan desain pengembangan research university di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
b. Untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam upaya peningkatan partisipasi dan mutu penelitian di IAIN STS Jambi dari paradigma konvensional menjadi paradigma research university.
E. Metodologi
a) Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dalam kaitannya dengan konstruksi paradigma pengelolaan penelitian ke arah research university, mengingat bahwa penyelenggaraan penelitian (research) dengan paradigma research university ini belum memperoleh perhatian serius dan terarah sebagai dasar strategik pengembangan kebijakan penelitian di lingkungan IAIN STS Jambi untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan tinggi Islam, khususnya di bidang penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami respon pimpinan, dan animo dosen serta upaya pendukung terhadap pengembangan penelitian Dalam hal ini, peneliti berusaha memahami dan menggambarkan apa yang dipahami dan digambarkan oleh subjek penelitian. Dengan demikian, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif atau naturalistik.
b) Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam proses penelitian ini terbagi menjadi dua jenis data, yaitu sebagai berikut:
a. Data primer (data utama)
Data primer adalah data langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan khusus penelitian.[17] Data yang dimaksud berupa informasi yang diperoleh melalui observasi dan wawancara kepada responden dan informan mengenai penyelenggaraan penelitian dan prospek pengembangannya di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
b. Data sekunder (data penunjang)
Data sekunder adalah data yang telah lebih dulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang di luar penyelidik sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli.[18] Data yang dimaksud berupa informasi yang diperoleh melalui observasi dan dokumentasi, khususnya yang berkenaan dengan produk penelitian serta pengelolaan penelitian di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari manusia, peristiwa atau suasana, dan dokumen, yang semuanya berada di lingkungan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Sumber data berupa manusia meliputi responden dan informan, yaitu para pimpinan, dan dosen yang pada saat penelitian berlangsung berada di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Sumber data yang berupa peristiwa atau suasana adalah setiap peristiwa atau suasana yang terkait dengan aktivitas keseharian yang terdiri dari perilaku yang nampak sehubungan dengan pengelolaan penelitian dan hasil-hasil penelitian di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Dan sumber data yang berupa dokumen adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini, yang akan berfungsi sebagai indikator dari produk komitmen subjek penelitian. Dengan demikian, dokumen ini akan terkait dengan keseluruhan subjek penelitian.

A. Setting dan Subjek Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian ini berlokasi di lingkungan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Dan penelitian ini meliputi semua kondisi dan perilaku manajerial yang meliputi pimpinan dan pusat-pusat penelitian serta dosen sebagai subyek penelitian yang terlibat di dalamnya, karena hal ini akan sangat mempengaruhi pengembangan penelitian dengan paradigma research university.
2. Subjek Penelitian
Secara keseluruhan, subjek penelitian ini meliputi seluruh karakteristik yang berhubungan dengan Konstruksi Paradigma Pengelolaan Penelitian Ke arah Research University di IAIN sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Peneliti akan menentukan subjek penelitian, yaitu para pimpinan, dosen di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang terkait dengan Konstruksi Paradigma Pengelolaan Penelitian Ke arah Research University, dengan key informan yaitu Rektor IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
B. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang kongkrit serta relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, maka dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan metode sebagai berikut:
1. Observasi
Metode observasi adalah “pengamatan atau pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki”.[19] Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung dengan cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk kepentingan tersebut.[20] Dalam hal ini, teknik yang dipergunakan adalah observasi semi partisipan, artinya peneliti tidak melaksanakan observasi partisipan secara penuh, yang bertujuan untuk melihat bagaimana konstruksi pengelolaan penelitian di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Wawancara
Metode wawancara adalah “sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”.[21] Menurut Moleong, wawancara ini dapat dilakukan secara berstruktur dan tak berstruktur.[22] Dan dalam hal ini, peneliti akan melakukan wawancara tak berstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaannya disesuaikan dengan keunikan responden maupun informan.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan observasi dan wawancara dengan para pimpinan puncak pada masing-masing unit berkenaan dengan penelitian, serta dosen IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yaitu rektor, PR I, Direktur PPs, Dekan, PD I, Kapuslit, Kepala Perpustakaan, Pengelola Penerbitan (STS Press, Syari’ah Press, Sapa Project, dan Pengelola Jurnal), dan dosen yang dilakukan pada tingkat institut, fakultas dan UPT, serta jurnal fakultas.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.[23]
Metode dokumentasi merupakan sumber yang cukup bermanfaat karena telah tersedia sehingga relatif mudah memperolehnya, dan merupakan sumber yang stabil dan akurat sebagai cerminan dari situasi dan kondisi yang sebenarnya, dan dapat dianalisis secara berulang-ulang tanpa mengalami perubahan.
Metode ini digunakan untuk mencari data dari dokumen resmi, dengan berpegang pada pedoman dokumentasi, yaitu hanya memuat garis-garis besar atau kategori informasi yang akan dicari datanya, berkaitan dengan produk-produk penelitian seperti 1) laporan hasil penelitian, 2) buku, 3) jurnal, 4) hasil penelitian lain di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
C. Analisis Data
Analisis data merupakan proses kategorisasi, penataan, manipulasi, dan peringkasan data untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian.[24] Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mempunyai dua corak analisis, yaitu melakukan analisis saat mempertajam keabsahan data, dan melakukan analisis melalui interpretasi pada data secara keseluruhan.
Secara rinci, penulis juga mengacu kepada konsep Spradley yang mengemukakan macam-macam analisis data dalam penelitian kualitatif, yaitu (1) analisis domain (domain analysis), (2) analisis taksonomis (taxonomic analysis), dan (3)analisis komponensial (componential analysis), dan (4)menemukan tema budaya (discovering cultural themes).[25]
1. Analisis Domain
Peneliti melakukan analisis domain (analisis kawasan) untuk memperoleh gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh mengenai hal-hal yang tercakup dalam suatu fokus permasalahan yang sedang diteliti, yang menunjukkan pada pengujian secara sistematis terhadap sesuatu dalam membatasi bagian-bagian, hubungan antara bagian tersebut, dan hubungannya terhadap data secara keseluruhan.
Adapun data yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis domain ini adalah (1) historis dan geografis IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, (2) struktur organisasi, (3) keadaan penelitian IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, dan (4) keadaan dosen IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Analisis Taksonomis
Lebih lanjut, peneliti akan melakukan analisis taksonomis, yaitu suatu analisis yang lebih rinci dan mendalam, dan fokus penelitian ditetapkan secara terbatas pada domain tertentu untuk mendeskripsikan atau menjelaskan fokus yang menjadi sasaran awal penelitian, yang menunjukkan adanya hubungan di antara semua kategori khusus yang ada di dalam domain.
Adapun data yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis taksonomi ini adalah data yang berkaitan dengan konstruksi paradigma pengelolaan penelitian ke arah research university di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Analisis Komponensial
Analisis komponensial merupakan penelitian secara sistematik yang dilakukan untuk mengetahui komponen makna budaya yang digabungkan dengan kategori budaya. Ketika peneliti menemukan perbedaan di antara elemen-elemen dalam sebuah domain, maka perbedaan ini dipikirkan sebagai sifat atau komponen makna budaya tersebut.
Adapun data yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis komponensial ini adalah data mengenai adanya respon pimpinan terhadap penyelenggaran dan pengembangan penelitian, dan animo dosen terhadap penelitian di lingkungan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Menemukan Tema Budaya
Analisis/menemukan tema budaya merupakan suatu upaya mencari “benang merah” yang mengintegrasikan lintas domain yang ada. Benang merah pengintegrasian tersebut oleh para antropolog dikaitkan dengan konsep-konsep seperti values, value orientations, core values, core symbols, premises, ethos, eidos, world view, dan cognitive orientation.[26]
Analisis tema budaya ini dilakukan berdasarkan analisis komponensial untuk mencari kesamaan antara dimensi perbedaan dari domain yang telah dipilih, dan untuk selanjutnya dicari tema yang lebih universal, yang diharapkan mampu untuk menjelaskan pola perilaku antar domain yang telah dipilih.
F. Uji Keterpercayaan Data
Untuk menetapkan keterpercayaan (trustworthiness) data, tentunya diperlukan teknik pemeriksaan yang didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan teknik untuk menguji keterpercayaan data dengan cara perpanjangan keikutsertaan, ketekunan observasi, triangulasi, dan diskusi dengan teman[27].
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan ini menuntut peneliti untuk terjun ke dalam lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang untuk mendeteksi dan memperhitungkan distorsi (penyimpangan) yang mungkin mencemari data, baik distorsi peneliti secara pribadi, maupun distorsi yang ditimbulkan oleh responden; baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Dengan demikian, melalui perpanjangan keikutsertaan ini, peneliti dapat menentukan distorsi yang terjadi dalam penelitian sehingga peneliti dapat mengatasi hal ini.
2. Ketekunan Observasi
Ketekunan observasi ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi karakteristik dan elemen dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan permasalahan atau isu yang sedang diteliti dan memfokuskannya secara detail.
Dalam hal ini, peneliti berupaya mengadakan observasi secara teliti dan rinci secara terus menerus terhadap faktor-faktor yang menonjol, dan kemudian ia menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal akan kelihatan salah satu atau keseluruhan faktor yang telah dipahami.
3. Triangulasi
Selanjutnya, untuk menghilangkan bias pemahaman peneliti dengan pemahaman subjek penelitian, maka dilakukan pengecekan berupa “triangulasi”. Triangulasi merupakan teknik yang digunakan untuk menguji keterpercayaan data (memeriksa keabsahan data) dengan memanfaatkan hal-hal lain yang ada di luar data tersebut untuk keperluan mengadakan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti ini mengacu kepada konsep Patton, yaitu dengan penggunaan sumber, metode, dan teori yang ganda dan/atau berbeda[28].
4. Diskusi Dengan Teman
Teknik ini juga digunakan untuk membangun keterpercayaan (kredibilitas), yang merupakan suatu proses di mana seorang peneliti mengekspos hasil penelitian yang diperolehnya dengan teman-teman dengan melakukan suatu diskusi analitis dengan tujuan untuk menelaah aspek-aspek penemuan yang mungkin masih bersifat implisit.
Dengan teknik ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh pertanyaan dan saran yang konstruktif, serta dapat memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengembangkan dan menguji langkah-langkah selanjutnya dalam suatu desain metodologis yang muncul.
G. Estimasi Anggaran Penelitian
Estimasi/perkiraan anggaran yang diperlukan dalam proyek penelitian (research project) ini adalah sebagai berikut:
No
Uraian Kegiatan
Satuan
Volume
Jumlah (Rp)
1
Proposal research project
1 Kali
Rp.50.000
50.000
2
Mapping lokasi penelitian
1 Kali
Rp.500.000
500.000
3
Pembuatan instrumen (IPD)
2 Kali
Rp.1000.000
1.000.000
4
Pengumpulan data
5 Kali
5XRp.1.000.000
5.000.000
5
Pengolahan/analisis data
1 Kali
Rp.250.000
250.000
6
Pelaporan hasil penelitian
1 Kali
Rp.250.000
700.000

Total


Rp.7.500.000

Terbilang: Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah.
H. Daftar Rujukan

Andrew Wallace, Tony Schirato dan Philippa Bright, Beginning University: Thinking, researching and writing for Success, Australia, Allen & Unwin, 1999,
Andrew Wallace, Tony Schirato dan Philippa Bright, Beginning University: Thinking, researching and writing for Success, Australia, Allen & Unwin, 1999,
English Dictionary-With Multi-Lingual Search Dictionary content provided from Wiktionary.org under the GNU Free Documentation License,
Fred M. Kerlinger. Asas Penelitian Behavior. Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1998,
Google eBook of Encyclopedia Britannica.
James E. Mauch, dan Namgi Park, Guide to the Successful Thesis and Dissertation: A Handbook for Students and Faculty, US: Marcel Dekker, 2003,
James P. Spradley. Participant Observation. USA, Holt, Rinehart and Winston, 1980,
Keith Howard dan John A. Sharp, The Management of A Student Research Project, British: Gower Publishing Company Limited, 1983,
Keith Howard dan John A. Sharp, The Management of A Student Research Project, British: Gower Publishing Company Limited, 1983,
Kevin Robins dan Frank Webster, the Virtual University: Knowledge, markets, and management, New York: Oxpord University Press, 2002,
Komisi Boyer dalam laporannya yang berjudul Reinventing Undergraduate Education: A Blueprint for America Research University, 1998 dalam Perta: Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi Agama Islam, Vol.VI/No.02, 2003,
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosdakarya, 1994,
Michael Quinn Patton. Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills, Sage Publications, 1987,
Mien A. Rifai, Kompas, Rabu tanggal 23 Januari 2008, Surabaya, dalam Dikti.Org,
Mike Wallace dan Louise Poulson, Learning to Read Critically in Educational Leadership and Management, London: Sage Publication, 2003,
Nazir. Metode Penelitian. Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988,
Richard A. Kalish, Guide to Effective Study, California: Brooks/Cole Publishing Company, 1979,
Sharifah Hapsah Syed Hasan Shahabudin, Universiti Kebangsaan Malaysia ke Arah Univeritas Penyelidikan Unggul: Syarahan Naib Canselor, Dewan Canselor Tun Abdul Razak (DECTAR), Malaysia, UKM, 18 Januari 2008,
Sri Harjanto dalam Jurnal Perta, Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi Islam, Vol.VII/No.02/2003,
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka Cipta, 1992,
Sutrisno Hadi. Metodologi Research. Jilid II, Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM, 1984,
Taliziduhu Ndraha, Manajemen Perguruan Tinggi, Jakarta: Bina Aksara, 1988,
Winarno Surachmad. Pengantar Peneliian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik. Bandung, Tarsito, 1980.


















PROPOSAL
PENELITIAN BIDANG PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI


KONSTRUKSI
PARADIGMA PENGELOLAAN PENELITIAN
KE ARAH RESEARCH UNIVERSITY:
Suatu Upaya Mencari Format dan Bentuk Penelitian IAIN STS Jambi






Penelitian Individual Oleh:
Samsu,S.Ag,M.Pd.I
(NIP.150328373)









DOSEN FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2008
[1] Sharifah Hapsah Syed Hasan Shahabudin, Universiti Kebangsaan Malaysia ke Arah Univeritas Penyelidikan Unggul: Syarahan Naib Canselor, Dewan Canselor Tun Abdul Razak (DECTAR), Malaysia, UKM, 18 Januari 2008, p. 7.
[2] Keith Howard dan John A. Sharp, The Management of A Student Research Project, British: Gower Publishing Company Limited, 1983, p. 6.
[3] James E. Mauch, dan Namgi Park, Guide to the Successful Thesis and Dissertation: A Handbook for Students and Faculty, US: Marcel Dekker, 2003, p.123.
[4] Keith Howard dan John A. Sharp, The Management of A Student Research Project, British: Gower Publishing Company Limited, 1983, p. 11.
[5] Mike Wallace dan Louise Poulson, Learning to Read Critically in Educational Leadership and Management, London: Sage Publication, 2003, p. 18.
[6] Taliziduhu Ndraha, Manajemen Perguruan Tinggi, Jakarta: Bina Aksara, 1988, p.17.
[7] English Dictionary-With Multi-Lingual Search Dictionary content provided from Wiktionary.org under the GNU Free Documentation License, p.1
[8] Google eBook of Encyclopedia Britannica.
[9] Richard A. Kalish, Guide to Effective Study, California: Brooks/Cole Publishing Company, 1979, p.11
[10] Komisi Boyer dalam laporannya yang berjudul Reinventing Undergraduate Education: A Blueprint for America Research University, 1998 dalam Perta: Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi Agama Islam, Vol.VI/No.02, 2003, p.3.
[11] Sri Harjanto dalam Jurnal Perta, Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi Islam, Vol.VII/No.02/2003, p. 4.
[12] Andrew Wallace, Tony Schirato dan Philippa Bright, Beginning University: Thinking, researching and writing for Success, Australia, Allen & Unwin, 1999, p.13-14.
[13] Andrew Wallace, Tony Schirato dan Philippa Bright, Beginning University: Thinking, researching and writing for Success, Australia, Allen & Unwin, 1999, p.15-17.
[14] Kevin Robins dan Frank Webster, the Virtual University: Knowledge, markets, and management, New York: Oxpord University Press, 2002, p. 5.
[15] Mien A. Rifai, Kompas, Rabu tanggal 23 Januari 2008, Surabaya, dalam Dikti.Org, p.1.
[16] Majalah TEMPO Interaktif, Jakarta: Sebanyak 3000 profesor dan 9000 dosen akan disertifikasi pada 2008 mendatang. Untuk profesor, sertifikasi akan diberikan secara otomatis. "Karena mereka merupakan tingkatan tertinggi dari pendidik," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Fasli Jalal kepada Tempo usai membuka Asian Forum on Bussiness Education (AFBE) 2007 di Jakarta, Senin (3/12). Untuk dosen, kata Fasli, tidak berlaku mekanisme otomatis. Karena masih banyak yang belum menempuh pendidikan tingkat master atau S-2. Kuota sertifikasi untuk dosen akan dihitung berdasarkan data angka kredit akademik, keterlibatan dalam jurusan dan departemen, dan prestasi. "Untuk yang belum S2, akan ditingkatkan lebih dulu kualifikasi akademiknya. Yang sudah S2 akan diangkat berdasarkan pertimbangan," katanya. Jika selesai disertifikasi, Fasli melanjutkan, dosen dan profesor akan mendapatkan pendapatan tambahan, satu kali gaji.

[17] Winarno Surachmad. Pengantar Peneliian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik. Bandung, Tarsito, 1980, hal. 163.
[18] Ibid.
[19] Sutrisno Hadi. Metodologi Research. Jilid II, Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM, 1984, hal. 136.
[20] Nazir. Metode Penelitian. Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hal. 212.
[21] Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal. 126.
[22] Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosdakarya, 1994.
[23] Arikunto, Op.Cit., hal. 200.
[24] Fred M. Kerlinger. Asas Penelitian Behavior. Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1998, hal. 217.
[25] James P. Spradley. Participant Observation. USA, Holt, Rinehart and Winston, 1980.
[26] Spradley. Op.Cit., hal. 186.
[27] Lincoln dan Guba. Op.Cit., hal. 294.
[28] Michael Quinn Patton. Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills, Sage Publications, 1987, hal. 331.