Thursday, October 9, 2008

Khutbah Idul Fitri 1429 H
Pesan-Pesan Ramadhan[1]
Oleh: Samsu,S.Ag,M.Pd.I[2]




Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Pertama-tama marilah kita ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT; alhamdulillah, karena pada hari ini kita semua dianugerahi nikmat, berupa kegembiraan dalam rangka melaksanakan shalat ’Idul fitri 1429 H/2008 di Mushalla Baitul Hikmah yang megah dan kita cintai ini.
Shalawat dan salam, semoga selamanya tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang setia sampai akhir zaman, yang telah menyingkap tabir kemusyrikan, kezaliman, kemunafikan, dan kemaksiatan, sehingga manusia mampu membedakan mana yang haq, dan mana yang batil, mana yang dilarang dan mana yang diperintahkan, mana yang baik dan mana yang tercela, sehingga pada akhirnya diharapkan pada hari-hari berikutnya setelah ramadhan, manusia mampu memperbaiki diri, sikap, perilaku, kesadaran dan kemauannya dalam bermasyarakat, serta jujur dan amanah dalam interaksinya dengan orang lain, sehingga akan memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
Sejak maghrib dipenghujung masa berbuka kita tadi malam, telah berkumandang alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil dari mulut kering yang dilandasi dengan iman dan pengharapan pahala yang besar, sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita peroleh, setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh, dalam keadaan penuh perjuangan yang berat, menyingkirkan aktivitas lain di tengah-tengah kebanyakan manusia, sibuk dengan urusannya masing-masing, yakni jauh dari semangat menghidupkan malam-malam ramadhan, seperti taraweh, witir dan sebagainya, sehingga kelihatan lebih ramai orang bersantai-santai di malam ramadhan dengan urusan masing-masing, ketimbang yang beribadah di masjid, surau, langgar atau mushalla, sebagaimana firman Allah SWT:
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُم ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ْ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Atas kegembiraan karena sukses melaksanakan ibadah puasa, taraweh dan ibadah-ibadah lainnya yang dilakukan di bulan ramadhan yang telah berlalu itu, maka hari ini dan hari tasyri’ berikutnya, kita disunnahkan memperbanyak melakukan takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh imam At-Thabrani berbunyi:

زَيِّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْر
“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT, sedangkan selain Allah semuanya kecil. Kalimat tasbih dan tahmid, serta tahlil, kita tujukan untuk mensucikan Tuhan dan segenap yang berhubungan dengan-Nya.
Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
Setelah satu bulan penuh kita menunaikan ibadah puasa, dan atas karunia-Nya pada hari ini, kita dapat berhari raya bersama, maka sudah sepantasnya pada hari yang bahagia ini kita bergembira, merayakan sebuah momentum kemenangan dan kebahagiaan berkat limpahan rahmat dan maghfiroh-Nya sebagaimana yang tersurat dalam sebuah hadis Qudsi:
اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلىَ عِيْدِكُمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِى كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ اُجْرَهُ اَنِّى قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُنَادِى مُنَادٌ: يَا اُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْااِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى وَاَفْطَرْتُمْ لِى فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
Artinya: “Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan kemudian keluar untuk merayakan hari raya, maka Allah pun berkata: 'Wahai Malaikatku, setiap orang yang mengerjakan amal kebajikan dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka'. Sesorang kemudian berseru: 'Wahai ummat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan'. Kemudian Allah pun berkata: 'Wahai hambaku, kalian telah berpuasa untukku dan berbuka untukku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapatkan ampunan.”

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
Seiring dengan berlalunya bulan suci Ramadhan. Banyak pelajaran hukum dan hikmah, faedah dan fadhilah yang dapat kita petik, untuk menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan yang akan datang. Misalnya dari aspek perilaku, puasa ramadhan mengajarkan kita untuk disiplin; semula sesuatu yang halal menjadi haram. Makan dan minum yang semula halal kita makan dan minum di sepanjang hari, di bulan Ramadhan menjadi haram. Sementara dari aspek sosial, semua orang pernah merasa kenyang, tapi tidak semuanya pernah merasakan lapar. Karena itu, paling tidak ada tiga pesan dan kesan Ramadhan yang sudah semestinya kita pegang teguh bersama.
Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
Ketiga pesan ramadhan tersebut adalah:
1. Pesan Moral atau Tahdzibun Nafsi
Artinya, kita harus selalu mawas diri pada musuh terbesar umat manusia, yakni hawa nafsu sebagai musuh yang tidak pernah berdamai. Rasulullah SAW bersabda: Jihad yang paling besar adalah jihad melawan diri sendiri.
Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah diterangkan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan; yakni naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adalah naluri syahwat.
Sementara hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat empat sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, dan satu sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan.
1) sifat kebinatangan(بَهِيْمَةْ); tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa adanya rasa malu,
2) sifat buas(سَبُعِيَّةْ); tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan. Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar,
3) sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabatnya.
Jika ketiga tiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai seseorang, masyarakat atau bangsa; niscaya akan terjadi perubahan tatanan sosial yang sangat mengkhawatirkan. Dimana kemiskinan menjadi kekufuran, harta lebih penting dari saudara dan sahabat, keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, hukum bisa dibeli dengan rupiah, sulit membedakan mana yang hibah mana yang suap, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, seluruh tempat akan dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu yang terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya.
Sedangkan satu-satunya sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ); ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yang dapat dengan baik mengoptimalkan sifat rububiyah di dalam jiwanya, niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: 1) menahan diri dari hawa nafsu, 2) memberi ma`af dan 3) berbuat baik pada sesama manusia, sebagaimana firman Allah:
وَاْلكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ وَاْلعَافِيْنَ
"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134)

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.
2. Pesan Kedua Ramadhan Adalah Pesan Jihad
Jihad yang dimaksud di sini, bukan jihad dalam pengertiannya yang sempit; yakni berperang di jalan Allah; akan tetapi jihad dalam pengertiannya yang utuh, yaitu:
بَذْلُ مَاعِنْدَهُ وَمَا فِى وُسْعِهِ لِنَيْلِ مَا عِنْدَ رَبِّهِ مِنْ جَزِيْلِ ثَوَابِ وَالنَّجَاةِ مِنْ اَلِيْمِ عِقَابِهِ
"Mengecilkan arti segala sesuatu yang dimilikinya demi mendapatkan keridhaannya, mendapatkan pahala serta keselamatan dari Siksa-Nya."

Pengertian jihad ini lebih komprehensif, karena yang dituju adalah mengorbankan segala yang kita miliki, baik tenaga, harta benda, atapun jiwa kita untuk mencapai keridhaan dari Allah; terutama jihad melawan diri kita sendiri yang disebut sebagai Jihadul Akbar, jihad yang paling besar. Dengan demikian, jihad akan terus hidup di dalam jiwa ummat Islam baik dalam kondisi apapun.
3. Pesan Ketiga Ramadhan Adalah Pesan Sosial.
Pesan sosial Ramadhan ini terlukiskan dengan indah-indah, justru pada detik-detik akhir Ramadhan dan gerbang menuju bulan Syawwal. Dimana, ketika umat muslim mengeluarkan zakat fithrah kepada Ashnafuts Tsamaniyah (delapan kategori kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat), terutama kaum fakir miskin.
Tampak bagaimana tali silaturrahmi serta semangat untuk berbagi demikian nyata terjadi. Kebuntuan dan kesenjangan komunikasi dan tali kasih sayang yang sebelumnya sempat terlupakan tiba-tiba saja hadir, baik di hati maupun dalam tindakan. Semangat zakat fitrah ini melahirkan kesadaran untuk tolong menolong (ta’awun) antara kaum agniya (orang-orang kaya) dan kaum fuqara (orang-orang miskin), sejalan hatinya; sebab kullukum ’abidullah, kalian semua adalah ummat Allah.
Dalam kesempatan ini orang yang menerima zakat akan merasa terbantu beban hidupnya, sedangkan yang memberi zakat mendapatkan jaminan dari Allah SWT; sebagaimana yang terkandung dalam hadis Qurthubi:
اِنّىِ رَأَيْتُ اْلبَارِحَةَ عَجَاً رَأَيْتُ مِنْ اُمَّتِى يَتَّقِى وَهَجَ النَّارَ وَشِرَرَهَا بِيَدِهِ عَنْ وَجْهِهِ فَجَائَتْ صَدَقَتُهُ فَصَارَتْ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
Artinya: "Aku semalam bermimpi melihat kejadian yang menakjubkan. Aku melihat sebagian dari ummatku sedang melindungi wajahnya dari sengatan nyala api neraka. Kemudian datanglah shadaqah-nya menjadi pelindung dirinya dari api neraka."

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Selain puasa, pada penghujung ramadhan diperintahkan menunaikan zakat fitrah. Puasa dan zakat yang telah kita lakukan ini sebenarnya hanya sebagai ’pengantar’ atau ’pembangkit semangat’ bagi kita selaku umat Islam untuk turut memikirkan masalah yang dihadapi oleh umat, yang sebahagian besar berpangkal pada masalah kemiskinan harta. Karena itulah Islam mewajibkan zakat, mensunnahkan infaq, shadaqah, serta wakaf.
Kewajiban zakat, dan disunnahkannya infaq, shadaqah, serta wakaf telah kita tunaikan. Zakat fitrah berfungsi ganda, yaitu untuk memebersihkan noda dan dosa bagi orang yang berpuasa, dan menjadikan zakat itu sebagai makanan bagi orang yang tidak punya.
Hal ini dijelaskan dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas yang artinya:
”Rasulullah mewajibkan zakat fitrah pada akhir ramadhan ungtuk membersihkan orang yang berpuasa dari (dosa) perkataan yang keji dan buruk, dan untuk menjadi makanan bagi orang miskin”.
Itulah sebabnya mengapa zakat fitrah itu harus sudah disampaikan kepada yang berhak menerimanya sebelum berlangsungnya shalat ’idul fitri; jika disampaikan sesudah shalat ’idul fitri, maka hukumnya sudah jatuh menjadi sedekah biasa saja, dan bukan lagi zakat fitrah namanya.

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Selain dari itu, hikmah hari raya seperti ini hendaklah dijadikan sebagai kesempatan untuk memohon maaf, sejalan dengan makna hari raya ’idul fitri’ itu sendiri yang artinya kembali menjadi fitri (suci); yakni suci dari dosa dan kesalahan. Mengapa ini penting? Karena manusia tidak lepas dari pergaulan. Mudah dibayangkan bahwa dalam pergaulan tersebut, tidak mustahil akan terjadi perselisihan, pertentangan, perbedaan pendapat dan kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak, yang menjadikan hati manusia menjadi ’terluka’. Karena itu pada hari raya ini dan hari-hari berikutnya perlu dilakukan upaya penghapusannya antara lain melalui ma’af mema’afkan.
Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Sedemikian pentingnya memohon ma’af ini, maka pada zaman rasulullah masih hidup, ada suatu kejadian yang sangat mengerikan yang menimpa seorang pemuda yang saleh, alim, dan taat beribadah. Pada saat pemuda tersebut menghadapi sakaratul maut, wajah pemuda tersebut sangat hitam karena kesakitan, dan bila diajarkan tauhid kepadanya, lidahnya menjadi tegang, sehingga tidak bisa menyebutkan kalimat tauhid itu. Bila sahabat yang ada didekatnya mengulangi lagi mengajarkan kalimat tauhid itu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak mau dan tidak bisa menyebut kalimat tauhid itu. Orang yang hadir menyaksikan kejadian itu bingung. Mereka saling bertanya dalam hati. Mengapa pemuda yang begitu baik dan taat beribadah, sangat menderita menghadapi sakaratul maut?
Akhirnya diantara yang hadir di situ berangkat menemui rasulullah di rumahnya, sambil menceritakan apa yang terjadi, dan selanjutnya mohon petunjuk rasulullah, apa yang harus dilakukan.
rasulullah sangat heran mendengar cerita itu, sehingga beliau bersama dengan orang tadi berangkat ke rumah pemuda itu. Setelah sampai di rumah pemuda itu, rasulullah bertanya kepada yang hadir, siapakah ibu/bapak pemuda itu? Hadirin menjelaskan bahwa bapaknya telah lama meninggal dunia, tetapi ibunya masih hidup tetapi tinggalnya jauh dari sini. Kata rasulullah, kalau begitu jemput ibunya. Setelah sang ibu sampai langsung rasulullah bertanya kepadanya”benarkah anak muda ini adalah anak ibu?”. benar jawab ibu tersebut.
Pernakah anak ini bersalah kepadamu? Jawab ibu tersebut: ya, rasulullah, anak ini sangat baik, patuh, malahan harta pencaharian yang diperolehnya, semuanya diberikan kepadaku, dan akulah yang menentukan belanja istri dan rumah tangganya.
Jadi, kalau begitu (kata rasulullah) tak pernah ia menyakitimu? Tidak pernah, ya rasululah.
Jika demikian, daripada anak ini menderita hebat seperti sekarang, lebih baik dibakar hidup-hidup (ujar Nabi).
Kemudian nabi menyuruh beberapa orang menyiapkan unggunan api; sebab nabi yakin benar bahwa seseorang yang tidak mempunyai hutang dan tidak berbuat durhaka kepada ibu-bapak serta selalu taat beribadah, tentulah tidak akan menderita seperti ini.
Mendengar ucapan nabi tersebut, sang ibu menjerit histeris, dan memintanya menangguhkan maksudnya, kemudian dengan air mata bercucuran, perempuan itu berkata ”anakku ini, semenjak dia berkeluarga, berkuranglah dia mengunjungi aku, sehingga hatiku menjadi sangat sedih”. Nah jika ini bernama kedurhakaan seorang anak kepada orang tuanya, maka aku maafkan segala kesalahannya. Setelah selesai ibu tersebut mengucapkan kata-kata tersebut, maka berseri-serilah wajahnya dan tenanglah jalan nafasnya. Maka pada saat itulah rasulullah mengajarkan kalimat tauhid ’laa ilaha illallah’ yang diikuti pemuda tersebut dengan lancar dan fasih, smpai tiga kali dan akhirnya meninggal dalam keadaan tersenyum.

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Dari peristiwa ini dapat dipetik pelajaran bahwa demikian pentingnya meminta maaf itu. Dalam konteks seperti inilah, maka setiap musim lebaran (’idul fitri atau adha) kita selalu mudik lebaran, hanya dengan satu pengharapan diberikan mohon ma’af.

Allahu Akbar (3 X) Walillahil Hamd.
Jama'ah Sholat ’Idul Fitri Rahimakumullah.

Demikianlah pesan-pesan ramadhan yang dapat diambil hikmah pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan puasa yang kita lakukan benar-benar mampu membedakan kualitas kehidupan kita sebagai orang yang beriman dan bertakwa, bukan hanya sekedar lipstik.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa ’’idul fitri’ yang kita rayakan pada hari ini memiliki arti dan hikmah serta kaitan yang luas dengan diri kita sendiri dan orang lain. Di samping kita harus meningkatkan ketakwaan dan kesabaran, kita juga mempunyai rasa kepribadian dan solidaritas sosial yang tinggi terhadap nasib saudara-saudara kita yang ditimpa berbagai musibah.
Artinya, kita memang patut berbahagia pada saat ini, namun kita harus tetap ingat dan waspada bahwa kita masih akan menghadapi berbagai macam ujian di masa-masa yang akan datang, yaitu ujian terhadap ketakwaan dan kesabaran serta solidaritas kita terhadap sesama manusia. Karena itu, marilah kita rayakan hari kemenangan ini secara sederhana, tetapi khidmat, dengan tidak lupa mengumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid, serta senantiasa berdo’a kepada Allah SWT agar kita selalu berada di jalan yang lurus dan diridhai-Nya.
1. Allahumma yaa allah, telah banyak dosa dan kekhilafan yang kami lakukan,
2. Telah banyak angkara murka yang kami buat,
3. Kami tidak lagi menghiraukan mana saudara dan mana bukan,
4. Dihari yang fitri ini, kami merasa kami sebagai hamba-hambamu yang suci
5. Bersimpuh dihadapanmu mengharap ampunan-Mu
6. Allahumma yaa allah, andai tangan, hati, bibir, dan mata serta pikiran ini penuh dengan lumuran dosa, dan kehinaan, tidak ada pengharapan kecuali ampunan dan rahmat-MU
7. Ampunilah dosa-dosa dan kehilafan kami, dan pertemukanlah kami pada bulan ramadhan tahun berikutnya, agar kami dapat memperbaiki kealfaan yang telah kami lakukan saat ini.
8. Allahumma taqabbal minna du’aana yaa allah, Allahumma taqabbal minna du’aana yaa rahman, Allahumma taqabbal minna du’aana yaa rahim, innaka sami’uddu’a,
9. Allahummaj’al jam’ana, jam’an marhumaa, watafarruqana min ba’dihi, tafarruqamma’shumaa.
10. rabbana wailaika tawakkalna yaa mujibassailin.
11. Rabbana atinaa fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah waqinaa azaabannar.
12. Subhanarabbika rabbil izzati amma yasifun wasalamu ’alal mursalin walhamdulillahi rabbil ’alamin.






























[1] Khutbah disampaikan di Mushalla Baitul Hikmah RT.35 Kel.Kenali Besar Kec. Kotabaru
Jambi, tanggal 1 Syawal 1429 H/1 Oktober 2008 M.
[2] Dosen IAIN STS Jambi dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Jambi, saat ini merupakan mahasiswa program doktor (S3) pada National University of Malaysia sejak 19 Desember 2007.

No comments: