Thursday, October 16, 2008

Menyongsong Pelaksanaan UAN di Provinsi Jambi

MENYONGSONG PELAKSANAAN
UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN) DI PROVINSI JAMBI

Oleh:
Samsu,S.Ag,M.Pd.I*


Tanpa terasa tinggal enam bulan lagi tepatnya bulan April 2009 dunia pendidikan di Indonesia termasuk Provinsi Jambi akan mengadakan perhelatan akbar untuk mengukur prestasi hasil pendidikan melalui evaluasi Ujian Akhir Nasional (UAN). Belum banyak perhatian yang dicurahkan oleh dunia pendidikan kita tentang UAN hingga saat ini, karena memang mungkin dianggap masih jauh. Meskipun demikian, sekolah yang baik tentu telah memikirkan dengan matang, untuk menyiasati UAN tersebut dengan memberikan target pencapaian kelulusan yang tinggi di sekolah (madrasah)-nya.
Masih terbayang di mata kita, pada UAN yang lalu betapa banyaknya siswa yang tidak lulus. Banyak yang memprediksi bahkan mengklaim bahwa sekolah tidak ’becus’ mengurus sekolah/madrasahnya. Kondisi demikian ada benarnya, hal ini bisa dibayangkan suatu sekolah/madrasah sampai 20%, 35 %, bahkan 90 % siswanya tidak lulus. Ada yang menggugat bahwa suatu sekolah/madrasah dengan prosentase kegagalan (tidak lulus) sampai setinggi demikian, merupakan suatu gegagalan sekolah/madrasah dan pembina sekolah (depdiknas/depag). Apakah benar demikian? Lalu kenapa justru sekolah/madrasah lain, justru banyak yang lulus?
Jika kita ingin melihat secara jernih, arif dan lebih komprehensif, ternyata faktor kegagalan itu tidaklah semata-mata harus disalahkan kepada sekolah, murid/siswa, atau pihak departemen Pendidikan Nasional/Departemen Agama kabupaten/kota. Banyak unsur terkait di dalamnya. Unsur-unsur tersebut misalnya menyangkut kepemimpinan sekolah/madrasah, kompetensi guru, sarana dan prasarana (perangkat) pembelajaran, buku paket, sosial ekonomi murid/siswa, kemampuan murid/siswa, dukungan orang tua, sampai kepada ketuntasan belajar (mastery learning). Karena itulah, tanpa harus menuding siapa mengerjakan apa, kelihatannya dunia pendidikan di Provinsi Jambi perlu melakukan upaya antisipatif dan preventif, terlebih-lebih pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) ini masih jauh. Meskipun demikian, sinyal dan genderang waktu pelaksanaan ujian telah bergema, yang mengisyaratkan sekolah/madrasah sudah seharusnya mulai bersiap-siap untuk menghadapinya.
Berdasarkan kesepakatan bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dan Departemen Agama (Depag) tanggal 16 Oktober 2008 di Jakarta diputuskan bahwa jadwal Ujian Nasional untuk jenjang SMA/MA akan dilaksanakan pada tanggal 20 hingga24 April 2009, untuk jenjang SMP/MTs akan dilaksanakan pada tanggal 27 hingga 30 April 2009, sedangkan untuk jenjang SD/MI akan dilaksanakan pada tanggal 12 hingga 14 Mei 2009.

Sejalan dengan kesepakatan yang ditetapkan tersebut, maka untuk kesuksesan pelaksanaan UAN dengan hasil yang maksimal, serta untuk menghindari pelaksanaan UAN dari kecurangan-kecurangan, maka UAN tahun ajaran 2008/2009 bagi sejumlah sekolah/madrasah, pemerhati pendidikan, instansi yang terkait yang menyelenggarakan satuan pendidikan tersebut, perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain:
1. Perlunya try out ujian pada sejumlah bidang studi dengan memberikan kesempatan untuk mengisi Lembar Jawaban Komputer (LJK) dengan baik dan benar, mengujicobakan sejumlah soal-soal yang berat dari setiap pokok bahasan, untuk mengukur tingkat kesulitan yang dialami oleh murid, atau siswa,
2. Perlunya digalakkan bagi sejumlah murid dan siswa untuk belajar dengan lebih ekstra dengan program tambahan seperti les, menciptakan satu hari belajar di sekolah/madrasah dengan pola mastery learning pada bidang studi tertentu yang dilakukan secara terjadwal oleh sekolah. Hal ini disebabkan karena sejumlah kelemahan belajar siswa selama ini, hanya belajar ketika berada di kelas dan ada tugasan berupa Pekerjaan Rumah (PR). Dengan demikian program belajar sehari dengan pola mastery learning yang difasilitasi oleh guru dan pihak perpustakaan sekolah. Murid atau siswa dapat belajar sehari di pustaka atau di kelas dengan pengawasan guru (meskipun guru tugasnya bukan mengajar tapi memfasilitasi),
3. Perlunya penugasan kepada murid atau siswa untuk setiap pertemuan dikelas, yang ditandai setiap guru menagih hapalan, Pekerjaan Rumah (PR), atau bentuk tugasan lainnya yang dilakukan pada setiap awal pelajaran,
4. Perlunya guru mengubah sedikit gaya dan perilaku mengajarnya dari selama ini dilakukan, yaitu pengajaran yang berorientasi problem solving. Artinya murid atau siswa diminta atau meminta sendiri sejumlah pertanyaan atau kesulitan yang dihadapi pada setiap pokok materi pengajaran ketika sedang berlangsungnya pengajaran di kelas.
5. Perlunya pihak sekolah, depdiknas/depag, dosen yang ditunjuk dari FKIP dan Fakultas Tarbiyah, legislatif memantau kesiapan sekolah dibidang a) pengajaran, b) kesiapan guru mengajar, c) motivasi murid/siswa, d) keseragaman buku paket yang digunakan sekolah dan guru dalam mengajar, dan lain-lain yang dilakukan jauh sebelum berlangsungnya UAN, sehingga kegagalan yang terjadi pada sejumlah sekolah khususnya swasta dan juga sekolah/madrasah negeri tidak terulang kembali.
6. Perlunya penyadaran bagi siapa saja yang berkomitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan tanpa ada kecurangan proses dan pasca ujian UAN yang mempengaruhi nilai UAN; misalnya kemungkinan adanya komitmen guru bidang studi dan pihak sekolah untuk membantu hasil ujian murid/siswa terutama pada saat ujian dan menjelang LJK (lembar jawaban) diserahkan untuk diperiksa kepada petugas yang ditunjuk di Kota/Kabupaten.
7. Perlunya upaya menyesuaikan item soal ujian UAN (UAM/UAS) yang diujikan dengan keperluan melanjutkan ke perguruan tinggi setempat, sejalan dengan keinginan menteri pendidikan nasional pada saat Rakernas pimpinan perguruan tinggi negeri dan Kopertis Wilayah I-XII di Jakarta pada tanggal 22-24 Juli 2008. Dalam arahannya bapak Menteri membedah beberapa tantangan dan permasalahan besar di perguruan tinggi di Indonesia dalam konteks pencapaian tiga pilar pendidikan nasional. Bapak Menteri menyampaikan suatu pemikiran bagaimana mengintegrasikan antara ujian akhir nasional dengan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Dengan demikian terjadi efektifitas luar biasa dan akan mendongkrak kredibilitas ujian nasional. Perguruan tinggi akan terlibat aktif dalam seluruh prosesnya, karena ini berkait dengan mutu intake. Permasalahannya tinggal bagaimana membuat soal yang mengakomodir syarat ujian nasional dan syarat ujian masuk perguruan tinggi.
8. Proses pengawasan pelaksanaan UAN semestinya diambil dari pihak perguruan tinggi yaitu dari dosen FKIP, dan Fakultas Tarbiyah yang menggeluti bidang pendidikan dan pengajaran, media cetak/elektronik, kepolisian, BEM, pimpinan perguruan tinggi (rektor/dekan), dan sebagainya.
9. Perlunya ditetapkan perda yang mengatur tentang penegakan evaluasi UAN yang berkualitas, bersih dan jauh dari penyimpangan, sehingga memungkin terhindarnya ’kecurangan’ proses dan hasil UAN, hal ini dimaksudkan untuk menjamin pelaksanaan dan hasil evaluasi UAN yang dipercaya sebagai hasil evaluasi yang benar-benar murni dan bersih.
10. Perlunya dipikirkan bahwa UAN sebagai salah satu instrumen mengukur kompetensi siswa saja. Dengan demikian, sekolah (guru) perlu melihat proses belajar siswa dengan menetapkan seorang anak layak untuk tamat atau tidak diukur dari UAS/UAM-nya. Dengan demikian, anak yang pintar secara otomatis akan lulus dan yang dikategorikan biasa-biasa atau kurang, perlu perhatian khusus apakah layak diluluskan oleh guru. Kebiasaan selama ini yang sering dilakukan seperti ’pengumuman kelulusan’ dapat dimanfaatkan untuk ini.


Semua ini dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan evaluasi yang baik, bersih, terpercaya, dan menimbulkan rasa percaya diri pada murid/siswa tanpa adanya asumsi akan memperoleh bantuan guru saat ujian sedang berlangsung. Yang tidak kalah pentingnya mengembalikan kepercayaan dan citra dunia pendidikan yang hari ini diklaim, banyak gagal meluluskan siswa, mahal, serta tidak berpihak pada profesionalitas dalam pelayanan. Kenyataan ini tentu berat bagi Diknas/Depag, sekolah, guru apalagi bagi murid/siswa.
Sylvie menjelaskan dengan mengutip pendapat Bloom, et.all (1971) bahwa evaluasi sebenarnya merupakan kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses pembelajaran secara sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik. Sementara itu, Stufflebeam et.al (1971) mengatakan bahwa evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Evaluasi sebenarnya memiliki beberapa prinsip dasar yaitu ;
1. Evaluasi bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai tujuan pembelajaran bagi masyarakat.
2. Evaluasi adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna, meski dilakukan dengan metode yang berbeda.
3. Pelaku evaluasi atau evaluator tidak memberikan jawaban atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator tidak berwenang untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah program. Evaluator hanya membantu memberikan alternatif.
4. Penelitian evaluasi adalah tanggung jawab tim bukan perorangan.
5. Evaluator tidak terikat pada satu sekolah/madrasah demikian pula sebaliknya.
6. Evaluasi adalah proses, jika diperlukan revisi maka lakukanlah revisi.
7. Evaluasi memerlukan data yang akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode penggalian informasi.
8. Evaluasi akan mantap apabila dilakukan dengan instrumen dan teknik yang applicable.
9. Evaluator hendaknya mampu membedakan yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program.
10. Evaluasi memberikan gambaran deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka soalan tes.

Dari standar, kriteria, implementasi dan hasil evaluasi, apapun masalahnya UAN sebagai bentuk evaluasi mesti tetap berjalan di atas kemampuan yang ada, tetapi sejauhmana komitmen kita untuk membina pendidikan yang menjadi harapan bangsa di masa depan, menjadi agenda, masalah dan perlu upaya pemecahannya. Semoga UAN yang menyisakan keharuan, isak tangis, dan rasa malu karena tidak lulus ujian UAN di tahun 2008 yang lalu, tidak terulang kembali pada tahun 2009 nanti, semoga.

* Mahasiswa Ph.D jurusan Educational Management pada National University of Malaysia, Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

No comments: